Ia melakukan sholat hajat 40 rakaat agar keinginannya terkabul: Bisa berkunjung ke Bundaran HI.
Tentu saja keinginannya itu bukan hal yang sepele. Karena sebelumnya ia tak bisa melihat akibat kanker yang mencengkeram bagian otaknya yang disebut pineal, yaitu bagian otak yang menurut filosuf Yunani Descartes menjadi tempat bersemayamnya nyawa manusia.
Semua hal telah dilakukannya, termasuk operasi sebanyak 9X sejak usia masih 6 tahun, kemo hingga radiasi dengan peralatan mutakhir yang ada di negeri ini. Berakhir kankernya menyebar ke pusat saraf (talamus) dan batang otak (pons). Dokter bedah saraf terbaik yang pernah ditemuinya mengatakan: "Tak ada lagi yang bisa dilakukan."
Keinginannya yang luar biasa dan pantang menyerah untuk bisa melihat kembali dan menyelesaikan kuliahnya yang sempat terputus karena ia tidak bisa membaca lagi tak membuatnya berhenti. Ia terus mencari jalan alternatif yang secara kedokteran modern sudah tidak mungkin. Jalan alternatif yang mustahil itu namanya ECCT, yang ia jalani mulai akhir 2012. (ECCT = Electro Capacitive Cancer Treatment, alat terapi kanker hasil temuan Dr. Warsito Purwo Taruno, M.Eng)
"Sakit gila," katanya ketika mencoba pertama kali pakai alat helm ECCT, tetapi ia tak melepaskannya, karena keinginannya untuk bisa melihat dan membaca kembali lebih kuat.
3 hari kemudian ia hampir tak percaya ketika tak sengaja Al-Quran yang dipegangnya bisa terbaca.
1 tahun kemudian kankernya menyusut lebih dari 90%, setahun berikutnya hasil MRI menunjukkan sudah bersih.
Dua tahun setelah pakai ECCT ia bisa kembali melanjutkan kuliahnya di ITS jurusan Teknik Elektro, dan berhasil lulus tahun 2017.
Hari ini (14 Maret 2025), keinginannya bisa berkunjung ke Bundaran HI yang ia cita-citakan sejak kecil tercapai. Nama lengkapnya adalah Ramadhanu Ajie.
Semoga tetap sehat buat Ajie, bisa terus memberikan inspirasi bagi anak-anak yang sempat putus harapan dan cita-cita hidup karena kanker.
(Dr. Warsito Purwo Taruno)
*fb