Menyelamatkan Republik Kita
Oleh Sukidi
”Kerusakan bangsa ini hampir sempurna.” Kegelisahan intelektual Ahmad Syafii Maarif lebih dari satu dekade silam terbukti benar, di masa silam dan lebih-lebih sekarang.
Kerusakan bangsa terlampau banyak. Tidak ada habisnya daftar panjang kerusakan yang hari-hari ini kita warisi dan hadapi bersama sebagai satu bangsa.
Saat perhatian kita tertuju pada salah satu di antara banyak masalah yang terwariskan dari masa lalu, tiba-tiba masalah baru terungkap ke publik.
Kita pun gagal dalam melihat secara jernih benang merah yang menjadi akar utama masalah bangsa.
Lebih dari itu, pemerintah telah kehilangan kapasitas negara untuk mendiagnosis akar masalah bangsa dan mencarikan solusinya secara komprehensif.
Terbukti, tak satu pun di antara banyak masalah bangsa dapat diselesaikan secara tuntas.
Setiap hari kita hanya mewarisi masalah, menciptakan masalah baru, dan akhirnya memanen segudang masalah.
Segudang masalah bangsa yang tidak pernah dituntaskan hanya membuat republik kita sulit untuk dikemudikan secara sehat.
Di ujung perjalanan bangsa, hanya sedikit di antara kita yang mulai menyadari suatu kegentingan republik bahwa ”a ship that can’t be steered is a ship that will sink” ("Kapal yang sudah tidak bisa dikendalikan hanya kapal yang akan tenggelam") —meminjam tesis Lawrence Lessig di Universitas Harvard dalam ”Republic, Lost: How Money Corrupts Congress and a Plan to Stop It” (2011).
Agar kapal bernama Republik Indonesia tidak tenggelam dan dapat kembali berlayar, kita mulai dengan pengakuan jujur bahwa republik kita memang sedang menghadapi segudang masalah yang tak pernah dituntaskan.
Lalu, ”dari mana kita mulai untuk memperbaiki setumpuk masalah bangsa ini?”
Pertanyaan itu seyogianya kita maknai sebagai panggilan luhur untuk menyelamatkan republik dari kerusakan yang sempurna.
Republik ini adalah milik kita bersama dan memang sejak awal didirikan untuk mewujudkan kebaikan hidup bersama.
Upaya menyelamatkan republik dimulai dengan ajakan kepada para pemimpin dan warga negara untuk tidak berhenti sekadar menebas cabang-cabang kejahatan, tetapi juga menyerang akarnya.
Kita mengetuk kesadaran nurani Presiden, para menteri, dan mereka yang diberikan amanah sebagai penyelenggara negara untuk menyelamatkan republik ini bukan hanya dengan menebas cabang-cabang kejahatan (the branches of evil), melainkan juga, dan ini yang terpenting, dengan menyerang akar kejahatan (the root of evil).
Mereka mesti bertindak bersama sebagai penyerang terdepan akar kejahatan bangsa bernama korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Cara yang efektif adalah tidak melalui pidato besar, tetapi justru dengan keteladanan bernegara yang terbebas dari perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Di tengah gelombang krisis keteladanan moral pada semua lini kehidupan berbangsa, republik ini benar-benar merindukan tradisi kepemimpinan politik yang otentik dengan menghadirkan keteladanan yang hidup, yang dimulai dari diri sendiri dan orang-orang terdekatnya di pusat-pusat kekuasaan, tentang keharusan penyelenggaraan kehidupan bernegara yang terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Inilah prasyarat utama terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bersama seluruh rakyat Indonesia.(*)
Sumber: KOMPAS