Karena menolak Asas Tunggal Pancasila, 400 warga Tanjung Priok tewas di tangan TNI

[PORTAL-ISLAM.ID]  Pada tahun 1984, pemerintahan Orde Baru berada dalam kondisi yang penuh masalah. Krisis ekonomi berkepanjangan, ketimpangan sosial, dan kemiskinan membuat rakyat semakin menderita. Ketidakpuasan terhadap pemerintah yang semakin represif pun memuncak. 

Para ulama di Tanjung Priok tidak tinggal diam. Dari mimbar-mimbar masjid, mereka menyuarakan kritik tajam terhadap rezim Soeharto yang dianggap menekan kebebasan beragama, terutama lewat penerapan asas tunggal Pancasila.

Di tengah ketegangan itu, Mushola As-Sa’adah berencana mengadakan pengajian akbar. Pamflet berisi jadwal acara dipasang di dinding mushola sebagai ajakan kepada warga. 
Namun, yang terjadi justru di luar dugaan. Seorang anggota TNI tiba-tiba datang dan masuk ke mushola tanpa melepas alas kakinya, meninggalkan jejak sepatu pantofel di lantai mushola. Tak hanya itu, dengan arogan, ia mencopot pamflet pengajian dan menyiramnya dengan air comberan. Tindakan ini memicu kemarahan besar warga yang menganggapnya sebagai penghinaan terhadap tempat ibadah dan agama mereka.

Dipimpin oleh Ustadz Amir Biki, sekitar 1.000 warga turun ke jalan untuk melakukan aksi protes damai. Di tengah perjalanan, tanpa aba-aba dan tanpa tembakan peringatan, massa langsung tanpa jeda diberondong dengan senjata serbu oleh aparat bersenjata. Jeritan dan suara tembakan menggema di jalanan Tanjung Priok, berdasarkan kesaksian korban yang selamat, ribuan tembakan disusul dengan mobil panser yang melindas tubuh korban, suara tulang menyaring sepanjang jalan. Mayat-mayat diangkut sebagaimana karung, Dan secara cepat disusul dengan regu pembersih yang membersihkan darah.

Sampai hari ini, jamaah pengajian itu tidak pernah kembali. Dimana letak kuburnya tidak diketahui, pemerintah hanya mengumumkan 24 orang saja yang meninggal, sedangkan data warga mencapai 400 orang.

Tidak sampai disitu, para demontran yang selamat dari insiden itu harus dijebloskan ke penjara.

Ada puluhan ibu kehilangan anaknya, ada puluhan janda yang menunggu suaminya.

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi, agar pemerintah yang berdiri atas nama Reformasi berani kembali mengusut tuntas kasus Tanjung Priok dan memberikan keadilan bagi para korban serta keluarga mereka.

(Ngopidiyyah)
Baca juga :