I'tikaf
Para ulama sepakat bahwa i'tikaf adalah amalan sunnah. Hanya saja mereka berbeda pendapat batasan minimal, dan kapan melakukannya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa minimal i'tikaf adalah diam sejenak di dalam masjid (Pendapat Imam Abu Hanifah, Syafi'i, dan Ahmad).
Sebagian ulama lain, riwayat dari Abu Hanifah dan juga Malikiyah, batas minimal i'tikaf adalah sehari.
Kata Syaikh Bin Baz: "Tidak ada batasan tertentu untuk i'tikaf. Bisa setengah hari, sehari, 1 jam, 2 jam. Jika seseorang niat beribadah atau membaca Al Quran dan semisalnya di dalam masjid, maka ini termasuk dari jenis i'tikaf, meskipun dia hanya 1 atau 2 jam."
Syaikh Bin Baz juga mengatakan bahwa i'tikaf bisa dilakukan pada Ramadhan maupun luar Ramadhan.
Beliau menyarankan agar orang yang i'tikaf memilih masjid jami', yang didirikan shalat Jumat, agar jika waktu shalat Jumat tiba, dia tidak perlu keluar untuk shalat Jumat.
Adapun Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berpendapat bahwa I'tikaf itu ya hanya 10 terakhir Ramadhan saja. Seperti inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Beliau juga berpendapat bahwa seseorang yang menunggu shalat Jumat di masjid, itu tidak dinamakan i'tikaf, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut.
Kalau melihat dari penjelasan para ulama ini, memang ya ada perbedaan, maka wajar didapati jika pendapat bermacam di masyarakat.
Umumnya di masyarakat kita yang merujuk pada madzhab Syafi'i, i'tikaf itu ya bisa kapan saja meskipun hanya sebentar. Dan tidak dibatasi hanya Ramadhan saja.
Makanya banyak masjid-masjid di kampung, pada dindingnya ada tulisan berbahasa Arab berupa lafadz niat i'tikaf:
نويت الاعتكاف في هذا المسجد لله تعالى
"Saya niat i'tikaf di masjid ini karena Allah Ta'ala."
Pendapat-pendapat yang ada ini adalah bagian dari khazanah keislaman dan bentuk pemahaman atau tafsir dari sebuah dalil, yang kemudian berbeda-beda penetapan hukumnya.
(Ustadz Budi Marta Saudin)