Dulu ILC Karni Ilyas yang kena sasaran, sekarang Bocor Alus TEMPO

Dulu ILC Karni Ilyas yang kena sasaran sampai dilarang tayang di TV, kini podcast Bocor Alus TEMPO yang sedang disasar, dikirimi Kepala Babi, hari berikutnya dikirimi 6 bangkai tikus. Kenapa 6 ekor tikus? karena jumlah tim podcast Bocor Alus TEMPO ada 6 orang jurnalis.

Salah satu adaptasi media yang menarik minat pembaca kepada Majalah TEMPO adalah podcast Bocor Alus. 

Dalam podcast itu, para wartawan Tempo memberikan semacam 'bocoran' hasil liputannya terkait dengan apa yang sebenarnya terjadi di belakang layar mengenai keputusan politik yang dibuat oleh orang-orang istana dan mereka yang menjabat. 

Belakang panggung ini menunjukkan mengenai watak elit politik Indonesia yang tampak ramah di hadapan publik, tetapi memiliki kemarahan yang justru ditunjukkan di belakang panggung.

Proses pemberitahuan tersebut membuat pendengar/pembaca bisa bisa mengecek lebih detail dan kemudian mendapatkan gambaran yang lebih baik. Proses pengecekan melalui wartawan TEMPO ini menjadi signifikan, khususnya di pemerintahan Jokowi sebelumnya, yang memiliki konsistensi yang inkonsistensi dalam setiap pernyataan publiknya; berkata tidak ternyata di belakang justru iya, mengakibatkan publik banyak kegocek dengan pernyataan tersebut.

Saat riset dokumentasi untuk keperluan riset Tragedi Talang Sari (1989), saya menyimpulkan bahwa karakter wartawan TEMPO ini memang jempolan saat melakukan investigasi. Mereka tidak sekadar mengamini apa yang keluar dari mulut pejabat melalui pernyataan publiknya, melainkan menelusuri lebih detail untuk mencari kebenaran informasi. Ini terlihat dari pemberitaannya yang justru berbeda dengan wartawan media lain kebanyakan saat rejim Orde Baru berkuasa. Daya kritis dalam menghasilkan liputan ini mengakibatkan TEMPO menjadi salah satu sedikit media yang dibredel Orba.
Pola pemberitaan media TEMPO melalui kanal Bocor Alus ini sebenarnya merupakan strategi politik media yang dasyat. Di tengah malasnya kebanyakan masyarakat Indonesia untuk membaca, Bocor Alus menemukan ruang dalam struktur komunikasi masyarakat Indonesia yang tepat (video podcast). Ini karena, Bocor Alus memberikan apa yang tidak diberitakan dalam ucapan elit politik. Proses investigasi semacam ini, sekali lagi, bukanlah perkara yang mudah. Para wartawannya harus memasuki lapis demi lapis informan untuk mendapatkan informasi yang akurat.

Namun, proses investigasi dan adaptasi pemberitaan TEMPO semacam ini berdampak kepada dua paradoks. Satu sisi, TEMPO benar-benar menempatkan jurnalisme sebagai pilar demokrasi, yang membuat masyarakat memiliki akses akurasi informasi atas apa yang sebenarnya terjadi di Republik ini. Di sisi lain, proses pemberitaan semacam itu justru menjadi ancaman bagi kekuasaan rejim pemerintahan yang memiliki potensi watak otoriter. Dua ancaman teror yang baru ini terjadi (kepala babi dan bangkai tikus) menunjukkan hal tersebut.

Dengan pengalaman panjang jurnalisme, TEMPO tidak pernah khawatir atas ancaman tersebut. Justru mereka akan semakin gigih untuk memberitakan informasi yang akurat kepada masyarakat. Meskipun demikian, kerja-kerja jurnalisme mereka yang keren harus didukung oleh publik, salah satunya dengan berlangganan. Bagi saya, ini satu-satunya cara agar TEMPO tetap menjadi pilar demokrasi di tengah kondisi yang mengkondisikan untuk menghilangkan hal tersebut. Sementara itu, untuk sampai dalam posisi kebebasan berpendapat saat ini, ada banyak komponen yang telah berdarah-darah untuk menjatuhkan rejim Suharto melalui gerakan Reformasi.

(Wahyudi Akmaliah)

👇👇
Baca juga :