Apa yang saya tunggu akhirnya muncul

Catatan Agustinus Edy Kristianto:

Apa yang saya tunggu akhirnya muncul: bukti yang bisa menunjukkan adanya dugaan kuat keterlibatan orang dalam Telkom saat Telkomsel (anak perusahaan Telkom) membeli saham GOTO senilai Rp6,4 triliun pada 2020-2021 (Pre-IPO placement).

Selama ini, orang sebatas mengendus adanya permainan orang dalam itu, sampai akhirnya sekarang Tuhan ibarat mengutus Danantara untuk mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya.

Dalam PDF presentasi susunan tim Danantara berjudul Meet The Team, tercantum nama Bono Daru Adji sebagai Managing Director Legal pada holding investasi Danantara—meskipun Danantara berarti kekuatan masa depan Nusantara, penyebutan istilah jabatannya banyak menggunakan bahasa asing.

Sejak 2021 hingga sekarang, Bono tercatat sebagai Komisaris Independen sekaligus Ketua Komite Audit Telkom.

Dalam presentasi Danantara itu, pada bagian pencapaian, tertulis bahwa Managing Partner firma hukum Assegaf Hamzah & Partners (2017-2024) ini adalah Penasihat Utama dalam IPO GOTO, merger Gojek-Tokopedia, dan akuisisi TikTok Tokopedia senilai USD1,5 miliar (Rp24 triliun).
Telkom adalah pengendali Telkomsel melalui kepemilikan 70% saham. Laporan keuangan Telkomsel terkonsolidasi ke Telkom.

Khusus untuk investasi Telkomsel di GOTO, dalam laporan keuangan Telkom tercatat kerugian belum direalisasi sebesar Rp474 miliar (Q3-2024).

Rugi lebih parah lagi kalau dihitung dari harga beli Rp270 per saham dan saat ini Rp80 (penutupan Senin, 24/3/2025). Ruginya lebih dari 70%. Hampir Rp4,5 triliun susut dari total nilai beli Rp6,4 triliun.

Harga GOTO sendiri sudah anjlok lebih dari 76% dari harga IPO Rp338.

Pertanyaannya, kok bisa, dengan kondisi kerugian seperti itu, Bono seolah begitu bangga mencantumkan rekam jejak sebagai Penasihat Utama dalam IPO GOTO sebagai pencapaian yang membuatnya layak menjadi pejabat Danantara?

Pencapaian dalam kontribusi terhadap rusaknya tata kelola BUMN mungkin lebih masuk akal.

Sebab, bagaimana ceritanya, pejabat yang harusnya mengawasi sekaligus memimpin audit keuangan Telkom justru dalam waktu bersamaan menjadi penasihat utama investasi Telkomsel di GOTO yang merugikan Telkom?

Artinya, saat itu Bono merangkap tiga posisi sekaligus: Komisaris Telkom, Ketua Komite Audit Telkom, dan Managing Partner di firma hukum Assegaf Hamzah & Partners.

Masalahnya, dalam kapasitas apa ia menjalankan peran sebagai penasihat utama IPO GOTO dan merger Gojek-Tokopedia pada 2020–2021?

Dari secuil contoh Bono ini, masyarakat sangat-sangat layak untuk pesimistis terhadap Danantara.

Jangan mudah terbius retorika omon-omon yang menjanjikan kesejahteraan ala pemimpin rasa kampanye.

Justru sangat mungkin investasi Danantara akan dikelola dengan cara seperti yang dicontohkan oleh Bono: penuh dugaan konflik kepentingan, merugikan BUMN, tetapi menguntungkan bisnis sejumlah pejabat di pemerintahan saat ini.

Bono tidak layak menduduki jabatan itu. Kehadirannya semakin menguatkan anggapan bahwa Danantara jauh dari kredibilitas dan profesionalisme.

Jangan sampai hanya karena bonus dan tantiem setitik, negara rusak sebelanga.

Salam.


Baca juga :