"Tawanan kok dikasih hadiah, bikin bengkak dulu kek mukanya..." (itu luapan orang yang emosi tanpa ilmu).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memang telah berpesan:
استوصوا بالأسارى خيرا
“Aku wasiatkan agar kalian berbuat baik terhadap tawanan.”
(HR. ath-Thabrani dalam al-Kabir, 977)
Dalam Al-Quran Surat Al-Insan ayat 8:
وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan."
Makanya Zurarah Abu 'Aziz, salah seorang saudara Mush'ab bin Umair yang tertawan di Madinah pasca perang Badar mengatakan,
وكنت في نفر من الأنصار ، فكانوا إذا قدموا غداءهم وعشاءهم أكلوا التمر ، وأطعموني البر
"Aku berada bersama beberapa orang Anshar (yang menjaga tawanan -penerj), maka kalau mereka makan pagi atau malam, mereka makan kurma sementara aku dikasihnya gandum."
(HR. Ath-Thabarani dan Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawa`id mengatakan sanadnya hasan).
Riwayat senada dari Abu Ash bin Ar-Rabi' (menantu Rasulullah, suami Zainab) yang tertawan karena waktu itu masih kafir dan ikut perang di barisan musuh.
Maksudnya mereka yang menjaga tawanan ini rela makan yang nilainya lebih rendah demi tawanannya bisa makan enak sesuai pesan Rasulullah untuk berbuat baik kepada tawanan.
Ini berkesan kepada mereka sehingga akhirnya mereka masuk Islam.
Intinya, mereka yang terlibat dalam jihad itu telah mempelajari Fikih Jihad dan adabnya serta strateginya, bahkan ada kelas khusus tentang itu di kalangan mereka. Barulah mereka diterima untuk jadi anggota pasukan, karena seleksi ketat itulah makanya tak semua warga Gaza bisa ikut perang. Jadi bukan cuma kuat fisik tapi juga ilmu fikihnya sudah memadai.
(Ustadz Anshari Taslim)