Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dipenjara selama 15 tahun dalam periode 7 x dipenjara oleh para penguasa zhalim baik di Syam atau di Mesir, juga hasutan para ulama jahat antek penguasa zhalim yang sejak lama memendam hasad, dendam karena kalah argumen. Mereka menjadi kacung dan jongos penguasa dengan menjadi hakim, mufti hingga penjilat yang tanpa malu menjilat penguasa. Di penjara pula lah beliau wafat, rahimahullah rahmatan wasi'ah.
Namun hidup beliau sangat diberkahi di manapun beliah berada, selain menghasilkan karya-karya yang sangat luar biasa di penjara hanya dengan modal kertas dan pena yang semua berasal dari hafalan beliau yang sangat dahsyat, beliau menjadikan penjara sebagai pondok pesantren bagi para penjahat. Jika di luar penjara santri-santri beliau ialah para huffazh dan Imam besar, maka di dalam penjara santri-santri beliau ialah para narapidana penjahat dan pelaku kriminal.
Ketika beliau masuk penjara, seluruh tahanan sekejam apapun dahulu kejahatannya akan tunduk kepada beliau dan semuanya menjadi santri beliau di penjara sehingga mereka semua berubah menjadi orang-orang yang baik akhlaknya, taat beribadah dan menjadi pribadi yang berilmu karena langsung dibina oleh sang maha guru yang mulia. Bahkan ketika dikabarkan salah seorang tahanan akan datang waktu bebasnya, ia malah menangis tidak mau bebas karena ingin terus membersamai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Dahulu ketika pasukan Tatar (Mongol) datang menjajah, membantai kaum muslimin, padahal pasukan Tatar saat itu adalah momok yang menakutkan dunia. Jangankan rakyat kaum muslimin, para penguasa Islam di Syam dan Mesir pun ketar ketir melihat reputasi kemenangan dan kekuatan pasukan Tatar yang sangat bengis dan kejam. Silahkan baca sejarah pasukan Tatar yang mengerikan ketika itu.
Namun Syaikhul Islam tidak merasakan ketakutan tersebut di saat para ulama jongos penguasa yang memusuhi beliau diliputi rasa takut dan menampakkan sifat asli mereka yang pengecut.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah malah tampil menyemangati dan memotivasi kaum muslimin untuk tidak takut kepada Tatar dan beliau membawakan beberapa ayat Al-Quran seraya menunggangi kuda dan maju di barusan terdepan pada bulan Ramadhan tahun 702 H dalam perang Syaqjab yang masyhur dan alhamdulillah kaum muslimin bisa mengalahkan pasukan yang paling ditakuti di seluruh dunia saat itu.
Kisah heroik beliau ini tercatat apik di kitab-kitab sejarah semisal dicatat oleh murid beliau yang sangat mencintai beliau, yaitu Al-Hafizh Ibnu Katsir di dalam kitabnya Al-Bidayah wan Nihayah.
(Ibnu Yasin)