Sebut saja Eko (bukan nama sebenarnya). Seorang tukang servis elektronik keliling di kampung. Dia orangnya baik, sholat 5 waktu di masjid, serta rajin kajian.
Penghasilan Eko tidak tentu. Padahal dia masih ngontrak, belum punya rumah sendiri. Anaknya 1, sekolah di TK.
Meskipun serba kekurangan, tapi dia juga mau membiayai sekolah STM adik tirinya. Adik yang satu ibu tapi beda ayah. Karena memang adik tirinya sudah yatim piatu. Ibunya meninggal 3 tahun yg lalu, sedangkan ayahnya meninggal 6 th yang lalu. Mereka hanya 2 bersaudara dari ibu yang sama.
Ayah kandung Eko menikah lagi. Dan menjual warisan yang seharusnya menjadi hak Eko. Sehingga otomatis Eko sudah tidak punya apa-apa lagi.
Meskipun tidak punya warisan apa-apa, bahkan rumah juga mengontrak, tapi Eko mau menampung dan menyekolahkan adik tirinya. Dia orang baik.
Di tahun 2024 kemarin, adik tirinya, sebut saja Yanto, masuk ke sebuah SMK Negeri. Saat itu Eko tak punya uang. Terpaksa dia harus menggadaikan motor satu-satunya demi bisa daftar ulang.
Eko merelakan kendaraan yang digunakan untuk mencari nafkah demi adiknya. Mulia sekali hatinya. Dia faham agama, dan dia tidak egois.
Sejak motornya digadaikan, otomatis dia terhambat mencari nafkah. Dia tidak bisa seenergic sebelumnya. Terpaksa harus jalan kaki. Tapi dia tak mengeluh.
Jika orderan servis sepi, terkadang dia ikut kerja bangunan. Terkadang juga kerja serabutan lainnya. Intinya apa saja dikerjakan agar dapur bisa ngebul. Juga agar bisa nyangoni sekolah adik tirinya serta anak kandungnya.
Pagi ini, Eko menelpon saya. Tadinya dia meminta bantuan untuk adik tirinya yang merupakan anak yatim piatu.
Tapi setelah tau bahwa motornya digadaikan dan belum ditebus sampai sekarang, maka saya memutuskan untuk menebus motornya saja. Karena dengan motor tersebut dia bisa mencari nafkah untuk membiayai sekolah adiknya.
Eko terkejut sekaligus bahagia. Suaranya terdengar bergetar karena terharu.
Mungkin bagi sebagian orang uang 1,5 juta itu tak ada artinya. Tapi bagi Eko sangat besar. Demi uang 1,5 juta Eko terpaksa menggadaikan motornya. Dan itu semua demi menyekolahkan adik tirinya.
Eko bercerita bahwa motornya digadaikan ke temen ngaji. Sebetulnya motor tersebut tidak dipakai sama sekali oleh temennya. Karena memang hukum menggunakan barang gadaian itu tidak diperbolehkan. Namanya barang gadai secara syari'at memang fungsinya hanya sebagai jaminan saja.
Terus saya protes, sekedar untuk mengujinya,"Lah temennya kok tega banget. Kalau motor itu nggak dipake, kenapa gak dipinjamkan ke sampeyan aja mas. Biar sampeyan bisa tetep mencari nafkah."
Kemudian Eko menjelaskan bahwa dia tidak mau karena akadnya adalah gadai. Temennya juga tidak mau. Karena memang barang gafai tidak boleh digunakan.
Mendengar jawabannya, saya merasa lega. Artinya dia faham hukum barang gadai dan berusaha mentaatinya meskipun dalam kondisi terdesak.
Jawaban dia inilah yang memantapkan saya untuk segera transfer menebus motornya. Saya tau dia orang lurus dan berhak menerima zakat. Kebetulan juga ada temen yang menitipkan zakat. Saya fikir penyaluran zakat untuk Eko ini sangat tepat.
Jazakillah khoir kepada temen yang kemarin menitipkan zakat. Alhamdulillah langsung disalurkan untuk Mas Eko. Insya Allah dalam setiap putaran roda motornya ketika mencari nafkah, akan terkirim pahala jariyah untuk anda, aamiin.
(Widi Astuti)
*fb