Sandiwara Pengusutan Pagar Laut Ilegal
PRESIDEN Prabowo Subianto tidak boleh menganggap enteng polemik pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten.
Dia harus memastikan kasus ini diusut tuntas hingga menjerat pidana para aktor dan dalangnya.
Tidak hanya melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan perangkat hukum, buruknya penanganan perkara ini bukan tidak mungkin bakal menyulut bara konflik sosial.
Prabowo perlu turun tangan karena penanganan kasus oleh sejumlah instansi pemerintah tidak hanya lamban, tapi juga penuh ketidakjelasan.
Ahad, 19 Januari 2025, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menilai pembongkaran pagar laut oleh TNI Angkatan Laut tidak semestinya dilakukan karena material bambu yang ditancapkan itu merupakan barang bukti dalam proses penyelidikan.
Sementara itu, ketika memulai pembongkaran pagar laut sehari sebelumnya, Komandan Pangkalan Utama TNI AL III Jakarta Brigadir Jenderal Harry Indarto mengklaim pembongkaran dilakukan atas perintah Prabowo melalui Kepala Staf TNI Angkatan Laut.
Proses hukum atas kasus ini juga masih simpang siur. Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara Polri Inspektur Jenderal Mohammad Yassin menyatakan belum ada tindak pidana dalam perkara itu.
Dia berdalih masih menunggu keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mengusut penanggung jawab pemasangan pagar laut tersebut.
Sedangkan Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan bahwa lembaganya hanya berwenang dalam penindakan administratif. Adapun sanksi hukum dan kerugian negara, menurut dia, merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan dan Hidup Kehutanan.
Prabowo harus menyudahi drama yang dilakoni para anak buahnya.
Semrawutnya penanganan kasus ini akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah, yang terkesan tutup mata sejak keberadaan pagar laut itu dilaporkan pada Mei 2023.
Lemahnya proses hukum hanya menguatkan anggapan bahwa negara telah kalah di hadapan kepentingan pengusaha yang menjadi dalang praktik ilegal tersebut.
Penyelidikan kasus ini semestinya tidak memerlukan teknik yang rumit dan bertele-tele.
Pemasangan patok-patok bambu sepanjang 30,16 kilometer sejak awal 2023 itu melibatkan banyak orang yang dapat dimintakan keterangan.
Dari kesaksian mereka, tim penyelidik Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Polri seharusnya tidak kesulitan menguak dalang proyek tak berizin yang melanggar pidana pemanfaatan ruang laut tersebut.
Penelusuran Tempo dalam dua pekan terakhir mendapatkan banyak dokumen dan keterangan masyarakat yang menguatkan dugaan bahwa pemasangan pagar laut ilegal sudah lama dirancang.
Sejumlah perangkat desa, firma hukum, konsultan proyek, hingga kantor pertanahan setempat diduga turut serta dalam skenario tersebut.
Beberapa narasumber, termasuk pejabat pemerintah, juga telah menyebut sejumlah nama aktor lapangan yang terhubung dengan lingkaran taipan Sugianto Kusuma alias Aguan.
Agung Sedayu Group, milik Aguan, memang tengah berkongsi dengan Salim Group untuk membangun Pantai Indah Kapuk 2 Tropical Coastland yang lokasinya berhadapan dengan pagar laut ilegal itu.
Menguatnya dugaan bahwa pemasangan pagar laut ilegal itu berhubungan dengan proyek PIK 2 Tropical Coastland membuat penuntasan kasus ini amat krusial.
Pembangunan kawasan ini sejak awal sarat masalah karena tak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah serta mengancam kawasan hutan lindung.
Penetapan kawasan itu sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2024 juga beraroma politik balas budi atas keikutsertaan Agung Sedayu Group dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sementara itu, proses pembebasan lahannya juga dipandang sebagai upaya mencaplok tanah masyarakat demi segelintir elite superkaya.
Sentimen negatif yang mengiringi proyek PIK 2 Tropical Coastland tidak boleh dipandang sebelah mata.
Karena itu, selain mengevaluasi PSN tersebut, Prabowo harus memastikan pengusutan tuntas kasus pagar laut ilegal ini tidak berlarut-larut.
Konflik sosial akibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah hanya akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar bagi republik ini.
(Sumber: Editorial Koran Tempo, Senin, 20 Januari 2025)