Oleh: Erizal
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, sudah menjadi menteri juga di era Presiden Jokowi. Jadi ia sifatnya melanjutkan saja di posisi yang sama di era Presiden Prabowo.
Panglima TNI Agus Subiyanto juga hampir mirip dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Sifatnya hanya melanjutkan saja dari Presiden Jokowi ke Presiden Prabowo.
Tapi Pak Menteri Sakti Wahyu Trenggono diangkat tahun 2020, sementara Pak Panglima Agus Subiyanto diangkat akhir tahun 2023. Jadi masih baru. Sudah berlalu juga, Panglima-panglima sebelumnya.
Yang sama sekali baru, yakni Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Pertanahan Nasional, Nusron Wahid. Ia menggantikan posisi yang sebelumnya dijabat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
AHY pun menjabat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Pertanahan Nasional, juga sebentar. Tak sampai setahun, dari Februari hingga Oktober 2024. Ia menggantikan posisi Hadi Tjahjanto, yang sebelumnya juga Panglima TNI dari 2017 hingga 2021.
Kabarnya, sertifikat Pagar Laut di Tanggerang itu diterbitkan pada masa Hadi Tjahjanto ini. Sebelumnya, AHY sudah membantah, ia tak tahu soal Pagar Laut itu. Belakangan, kabarnya ada juga yang terbit di eranya AHY. Kacau balau.
Sebetulnya tak perlu lagi mengkotak-kotakkan menteri ini produk keberlanjutan, yang artinya menteri lama, dan menteri itu produk yang baru, yang artinya benar-benar menteri baru. Semuanya harus sudah berada di bawah komando Presiden Prabowo. Bahkan, termasuk Wapres Gibran sekalipun.
Tapi khusus untuk kasus Pagar Laut ini, yang sampai sekarang tak jelas ujung pangkalnya dan tak ada yang mau mengaku sebagai pemiliknya; yang mengaku sbg pemilik justru tak terlihat profilnya sebagai pemilik.
Sebab, Pagar Laut itu sulit diklaim sebagai milik nelayan; dibangun secara swadaya. Nilainya tembus miliaran. Nelayan mana yang punya uang sebanyak itu. Kecuali, nelayan yang dibayar. Belakangan, baru diakui siapa pemiliknya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang memulai, Kementerian ini pula yang ragu. Seperti ingin melarang TNI-AL yang sedang membongkar Pagar Laut itu atas perintah langsung Bapak Presiden. Alasannya tak pula masuk akal, yakni sebagai barang bukti.
Sepanjang itu barang bukti apa lagi? Satu meter cukup, "kata mantan Kabareskrim Susno Duadji. Lagian, kalau mau dijadikan sebagai barang bukti harus libatkan Pengadilan, ribet betul. Sudah betul dibongkar TNI-AL, malah dilarang. Akhirnya, disepakati dibongkar lagi. Maju-mundur cantik.
Sesama orang lama, produk dari keberlanjutan awalnya berani, tapi karena tahu ujungnya sampai ke mana, lalu mulai ragu, mulai tertahan. Pagar Laut memang bukan proyek ecek-ecek. Ini proyek besar dan hanya mahkluk besar pula pemiliknya.
Masayarakat pun seperti hendak terbelah, antara yang pro dan kontra. Bahkan, ada yang tak mau bicara. Tahu sepenuhnya siapa di balik itu, tapi tak berani bersuara. Yang berani Pak Kholid. Tapi apalah dayanya Pak Kholid?
Untung, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid tampil dengan gagah berani. Meluruskan apa² yg terlihat tak lurus. Ia mengakui ada kesalahan di masa lalu, dan berjanji akan menindak tegas. Ia mengakhiri dengan permintaan maaf atas kekisruhan yang terjadi.
Hanya Presiden Prabowo yang bergeming. Bongkar, ya bongkar. Tegas dan tak menggambang. Menteri lama dan baru mantap menangkap pesan yang sama. TNI-AL membongkar Pagar Laut itu sudah seperti perintah hendak berperang. Begitu bersemangat mereka.
Seperti ada yang hendak dilibas. Yang terlihat semena-mena selama ini, tapi mereka sepert tak bisa berbuat; hanya bisa melihat saja. Sedikit saja ada yang ragu, maka pengusaha yang sudah menggelontorkan uang miliaran itu pasti akan masuk merangsek. Seperti negeri tak bertuan. Tiba-tiba ada, tiba-tiba tiada.
Tidak hanya tanah yang sudah dikavling-kavling, tapi juga lautan. Jangan-jangan semua gunung, lembah, hutan, pulau-pulau, dan lain sebagainya, sudah ada pemiliknya. Ilegal sebetulnya, tapi ada dalam lembaran negara. Tak boleh dimiliki pribadi atau perusahaan, tapi nyatanya ada pemiliknya.
Kalau ini terjadi pada era Presiden Jokowi, atau malah sebelumnya lagi, maka ini di antara yang tak boleh dilanjutkan. Presiden Prabowo tak perlu sekadar mendapat citra, tapi benar-benar harus bekerja sebenar-benarnya untuk bangsa dan negara.
Seperti kata almarhum Rizal Ramli, baru saja Prabowo menjabat Menteri Pertahanan, sudah puluhan triliun uang negara diselamatkan dari para calo yang kerap bermain di institusi ini. Sebagai Presiden, mestinya akan banyak lagi yang hendak diselamatkan Prabowo.(*)