MESRA JELANG KONGRES

Mesra Megawati-Prabowo Jelang Kongres PDIP

Sekjen Gerindra Ahmad Muzani bertandang ke kediaman Megawati Soekarnoputri di Jl. Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Bertemu dengan Ketua Umum PDIP itu, Muzani bertugas menyampaikan pesan-pesan dari ketua umumnya, Prabowo Subianto.

Ketika itu, sekitar medio Desember 2024 atau awal Januari 2025, Muzani menyambangi Megawati sebagai utusan Prabowo. Di Teuku Umar, Ketua MPR itu juga dititipi ucapan terima kasih dari Mega kepada Prabowo soal pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.

Pencabutan ketetapan itu dianggap mengembalikan nama baik ayah Mega, Soekarno, sebab beleid tersebut terbit dengan asumsi bahwa Proklamator RI itu menjadi kroni dari PKI—yang disebut pemerintah Orde Baru menjadi dalang peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang menewaskan enam jenderal Angkatan Darat.

Soekarno dianggap mengeluarkan kebijakan yang secara tidak langsung menguntungkan G30S dan melindungi tokoh-tokoh di baliknya. Dalam Bab II Pasal 6 TAP tersebut, Soekarno disebut memiliki “persoalan hukum” yang mesti ditegakkan dan diserahkan pelaksanaannya kepada pejabat presiden hasil penunjukkan kala itu, Soeharto.

Selain membicarakan pencabutan TAP MPRS yang membersihkan kembali nama Soekarno, Prabowo melalui Muzani juga menyampaikan keinginannya untuk kembali mencicipi nasi goreng bikinan Megawati.

“Yang diminta Pak Prabowo kalau ketemu Ibu Megawati ya pengin dibikinin [nasgor]. Pengin makan nasi goreng bikinan Ibu Megawati,” kata Juru Bicara PDIP Guntur Romli kepada kumparan, Kamis (16/1/2025).

Ketua DPP Gerindra Hendarsam Marantoko mengatakan, Prabowo merupakan tipe orang yang blak-blakan mengenai segala sesuatu, termasuk soal masakan. Jadi, jika menurutnya suatu masakan enak, maka akan ia katakan enak seperti saat menyantap nasgor buatan Megawati.

Konon, menurut Guntur, Megawati saat menjabat sebagai wakil presiden dan presiden (1999–2004) masih sering memasak untuk keluarganya. Tak heran masakannya disebut enak.

Pada Pilpres 2019, mereka pernah bersantap bersama nasgor bikinan Mega. Oleh sebab itu, permintaan Prabowo ke Mega untuk dimasakkan nasi goreng baru-baru ini bukan sekadar ingin makan nasgor belaka, melainkan juga ungkapan dari niatnya untuk bertemu Mega usai gelaran Pilpres 2024.

“Ini sebenarnya bahasa dan simbol politik. Memang masakan nasi goreng Bu Mega itu sesuai dengan lidah beliau (Prabowo). Enaklah,” kata Hendarsam, Jumat (17/1).

Megawati-Prabowo Saling Kirim Utusan

Pada peringatan hari ulang tahun ke-52 PDIP, Jumat (10/1/2025), keinginan Prabowo untuk menemui Mega kembali terungkap kala seorang politikus senior PDIP Sidarto Danusubroto membisikkan pesan Prabowo ke telinga Megawati.

Putri Megawati yang juga Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, kemudian memperjelas pesan Sidarto tersebut. Puan yang duduk di samping ibunya tampak berucap—yang terbaca dari gerak bibirnya—“Presiden Prabowo mau ketemu sama Mama.”
Sidarto tak menampik bahwa dirinya menyampaikan pesan Prabowo untuk Mega. Menurut mantan ajudan Bung Karno itu, ia menjadi jembatan Mega dan Prabowo melalui orang kepercayaan Prabowo—yang namanya tak ia sebutkan.

Terkait permintaan Prabowo itu, ujar Sidarto, Megawati sudah menyanggupinya.

“Pokoknya [Megawati] mengiyakan,” kata Sidarto, memperkirakan pertemuan kedua tokoh itu bisa berlangsung satu atau dua bulan ke depan.

Sesungguhnya Mega sudah dari jauh hari berkomunikasi dengan Prabowo melalui utusan-utusannya. Hal ini ia singgung saat berpidato pada HUT PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Megawati menegaskan bahwa ia dan Prabowo tak bermusuhan meski mungkin publik beranggapan sebaliknya.

“Kalau aku perlu situ (Prabowo), ya kan enggak perlu ketemu, toh. Aku bisa kirim orang (utusan),” kata Megawati.

Jubir PDIP Guntur Romli menyatakan, sosok yang kerap menjadi utusan Megawati ke Prabowo adalah Gubernur Jakarta terpilih Pramono Anung, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah dan Puan Maharani, serta Sidarto Danusubroto.

Sementara di kubu Prabowo, menurut Hendarsam, utusan Prabowo ke Mega ialah Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani. 

Sejak beberapa bulan sebelum Prabowo dilantik menjadi presiden, pertemuan utusan PDIP dan Gerindra telah berlangsung. 

Namun rencana tinggal rencana. Hingga pelantikan Prabowo pada 20 Oktober, Prabowo dan Mega belum juga bertemu. Beberapa sumber kala itu mengatakan, Puan sempat membujuk ibunya bertemu Prabowo pada 17 Oktober malam di Teuku Umar. Namun ketika itu ia belum berhasil meluluhkan hati sang ibu.

Sumber kumparan di internal partai banteng waktu itu menyebut, pertemuan Prabowo-Mega bukannya batal, melainkan ditunda, sebab Mega masih tidak fit sejak lawatannya ke Rusia dan Uzbekistan.

Di kemudian hari, terungkap bahwa pada 17 Oktober, Ahmad Basarah menyampaikan pesan Megawati kepada Prabowo melalui Ahmad Muzani di ruang kerja Muzani di Gedung Nusantara III Kompleks MPR/DPR. Isi pesan itu: Megawati bersedia bertemu Prabowo, tetapi usai Prabowo menyusun kabinet dan melantik para menterinya.

“Hal itu memberikan pesan kuat bahwa jika Bu Mega dan Pak Prabowo suatu saat bertemu langsung, itu tidak ada kaitannya dengan urusan kursi kabinet,” ujar Basarah melalui keterangannya, Rabu (15/1).

Pertemuan Menanti Tensi Politik Turun

Wacana pertemuan Mega-Prabowo usai pilpres lantas menguap, namun kembali muncul ketika Megawati di HUT PDIP memberi kode sudah ada yang meminta “nasi goreng” kepada dirinya. Setelahnya, PDIP maupun Gerindra membenarkan bahwa Prabowo sudah rindu dengan nasgor Mega.

“Ada yang ngomong, ‘Bu, ada yang sudah minta nasi goreng.’ Oh minta nasi goreng? Aku aja [lagi] mumet banyak anak-anakku (kader PDIP) yang enggak jadi (kalah di Pilkada),” ujar Megawati.

Guntur Romli menjelaskan, sedianya Prabowo menjadi tamu undangan pada HUT PDIP 10 Januari. Namun, format acara yang semula besar-besaran berubah menjadi kecil-kecilan, hanya untuk internal partai. Walhasil PDIP tak mengundang tokoh-tokoh parpol lain dalam HUT itu, termasuk Prabowo.

Alasan lain Mega urung bertemu Prabowo akhir tahun lalu ialah lantaran Megawati menjaga suasana kebatinan kader-kader PDIP yang sedang banyak menelan kekalahan di pilpres dan pilkada.

Megawati, menurut Guntur, juga mencoba menjaga perasaan 16% konstituen pemilih Ganjar-Mahfud dan menghormati amanat Rakernas V PDIP Mei 2024 yang merekomendasikan PDIP untuk menjadi kekuatan penyeimbang demi menjaga checks and balances dalam pemerintahan.

“Bagaimana kalau kita, ketika sudah berkompetisi serius dan tegang, terus tiba-tiba elitenya haha-hehe ketemu, ketawa-ketawa seakan tidak terjadi apa-apa? Sementara di lapisan bawah belum selesai [suasana kompetisinya],” papar Guntur.

Namun kini, menurutnya, tensi politik sudah berbeda, terutama sejak kabinet Prabowo terbentuk.

Target Bertemu Sebelum Kongres PDIP

Kini PDIP sudah memasang lampu hijau pertemuan Megawati dan Prabowo. Guntur secara pribadi ingin agar pertemuan dilaksanakan secepatnya. Namun, PDIP masih menyusun rencana soal waktu dan lokasi pertemuan Mega-Prabowo. Hal ini diamini Hendarsam dari Gerindra.

Guntur menyebut, boleh jadi nasi goreng benar-benar akan masuk jadi menu santap bersama Mega-Prabowo. Sementara Hendarsam mengatakan, pertemuan bisa saja berlangsung di Teuku Umar (kediaman Megawati), Menteng (Kantor DPP PDIP), atau Kertanegara (kediaman Prabowo).

“Tergantung nanti. Bu Mega kan juga belum pernah ke Kertanegara, jadi bisa kunjungan balasan. Tapi itu tergantung Ibu Mega. Namanya [seperti] kakak-adik; adik (Prabowo) ikut apa kata kakak (Megawati),” ujar Hendarsam yang juga Ketua Umum komunitas pendukung Prabowo, Lingkar Nusantara (LISAN).

Yang pasti, PDIP ingin pertemuan Mega-Prabowo berlangsung sebelum Kongres VI PDIP pada April atau Mei mendatang karena Prabowo bakal diundang dalam kongres tersebut.

Menurut Guntur, pertemuan dengan Prabowo sebelum Kongres tak akan mengubah posisi PDIP yang kini berada di luar pemerintahan. Pertemuan itu dirancang sebagai ajang komunikasi dan silaturahmi.

“Jangan terlalu banyak berharap pada hal-hal yang berkaitan dengan politik praktis [di pertemuan itu],” tegas Guntur.

Menurutnya, Megawati memegang teguh niat untuk menjaga suara kelompok sipil, aktivis prodemokrasi, dan akademisi yang menginginkan PDIP menjadi kekuatan penyeimbang.

Walau begitu, sikap PDIP di luar pemerintahan Prabowo tak akan sama (tak sefrontal) seperti dulu saat PDIP juga di luar pemerintahan SBY. Musababnya, Megawati dan Prabowo memiliki latar belakang historis karena pernah bermitra di Pilpres 2009.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai Prabowo membutuhkan PDIP meski partai itu berada di luar pemerintahan. Ini demi memastikan kekuatan pemerintah di dalam dan di luar terhubung sehingga meminimalisir gangguan terhadap stabilitas nasional dan roda pemerintahan.

Sementara soal kemungkinan PDIP masuk ke pemerintahan Prabowo, Agung melihat peluangnya kecil karena PDIP kemungkinan akan mempertimbangkan dan mengutamakan konstituen mereka. Jika PDIP gabung ke kabinet, itu justru mengancam dukungan konstituen kepada mereka pada pemilu selanjutnya, dan hal ini buruk bila PDIP berniat untuk mengusung capres di 2029.

Menurut hitung-hitungan Agung, PDIP—yang memiliki modal 16% suara pada 2024 (jumlah pemilih Ganjar-Mahfud)—bisa mendapat tambahan suara dari pendukung Anies Baswedan jika Anies tak mendirikan parpol dan tak nyapres di Pilpres 2029.

PDIP juga dianggap punya keuntungan dibanding parpol KIM Plus yang bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Jika kinerja Prabowo dianggap publik tak terlalu memuaskan, maka keuntungan sudah pasti bakal diraup PDIP di Pemilu 2029.

PDIP kurang strategis kalau masuk ke kabinet. Posisi tawar politiknya jadi minimalis. Tak ada bedanya PDIP dengan partai-partai lain nantinya.”

Lantas benarkah mencairnya hubungan Prabowo-Megawati juga berpengaruh terhadap kasus hukum yang menimpa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto?

(Sumber: Kumparan)
Baca juga :