MENUNGGU FUFUFAFA
Oleh: Joko Intarto
Alhamdulillah. Akhirnya saya punya calon presiden dan wakil presiden yang lebih banyak pada pemilu 2029. Semoga calon yang kelak maju lebih berkualitas dibanding Fufufafa.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden. Putusan ini merupakan hasil sidang permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Putusan itu secara otomatis menggugurkan aturan sebelumnya, yakni hanya parpol pemilik kursi 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.
Dengan keputusan ini, calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2029 nanti cukup diusung partai peserta pemilu. Satu partai pun bisa. Tidak harus bikin koalisi heboh seperti kimplus-kimplusan lagi.
Upaya untuk merombak aturan presidential threshold itu sebenarnya sudah cukup lama. Pada era kepempiman SBY, upaya itu belum berhasil. Pada masa pemerintahan Jokowi, aturannya tidak juga berubah.
Maka keberanian MK memutuskan setelah lengsernya Jokowi menimbulkan spekulasi: Mengapa baru sekarang, setelah Jokowi tidak menjabat lagi? Apakah keputusan MK tersebut menjadi tanda makin surutnya pengaruh Jokowi dalam perpolitikan nasional?
Entahlah. Namanya juga gosip. Makin digosok, makin sip.
Gosip politik semakin seru, karena mantan Ketua MK sekaligus adik ipar Jokowi yang terlibat skandal pengaturan pilpres 2024 untuk meloloskan Gibran mengambil sikap berbeda.
Ia berpendapat Enika dkk, mahasiswa yang menggugat itu, tidak memiliki legal standing sehingga permohonannya tidak perlu disidangkan.
Anehnya, dulu si Paman MK ini meloloskan gugatan usia capres-cawapres yang diajukan oleh mahasiswa sehingga Gibran bisa lolos.(*)