Mengapa pengusaha mau mengurus HGB di kawasan laut? INI HITUNGAN KEUNTUNGANNYA...
Oleh: Joko Intarto
Mengapa pengusaha mau mengurus HGB di kawasan laut? Apa secara bisnis menguntungkan?
Saya coba ngobrol dengan Meta AI. Siapa tahu, Meta punya pandangan yang berbeda, berdasarkan informasi yang dimiliki.
Kesimpulannya cukup mengejutkan. Menguasai kawasan laut di dekat kota besar sangat menguntungkan. Bahkan walau harus keluar ongkos untuk menguruk laut dan menyuap aparat agar sertifikatnya bisa terbit sekalipun. Untuk wilayah Tangerang yang dekat Jakarta, keuntungannya bisa mencapai 365%.
Berikut potongan pembicaraan saya dengan Meta:
Tanya:
Berapa biaya tanah urug di Tangerang saat ini?
Jawab:
Biaya tanah urug di Tangerang saat ini berkisar antara Rp 128.000 hingga Rp 2.100.000, tergantung pada jenis tanah dan jumlahnya. Berikut adalah beberapa pilihan yang tersedia:
Jenis Tanah dan Harga
- Tanah Merah Urug Semu: Rp 700.000 (6-8 m³) dan Rp 1.900.000 (22-24 m³) ¹
- Tanah Merah Super: Rp 900.000 (6-8 m³) dan Rp 2.100.000 (22-24 m³) ¹
- Tanah Urugan: Rp 130.000 per meter kubik (M³) ²
- Tanah Merah Urugan Subur: Rp 250.000 ³
Jasa Pengurugan
- Jasa Langsir Urugan dan Meratakan: Rp 135.000 per kubik ¹
- Jasa Buang Puing Bongkaran: Rp 250.000 ⁴
Tanya:
Kalau menguruk lahan 3.000 hektare dengan kedalaman 4 meter menggunakan tanah urugan seharga Rp130.000 per m³ dan ongkos jasa Rp130.000 per m³, berapa biaya yang diperlukan?
Jawab:
Untuk menghitung biaya pengurugan lahan, kita perlu menghitung volume tanah urugan yang dibutuhkan dan biaya jasa.
Rumus menghitung volume:
Volume = Luas lahan x Kedalaman
Volume = 3.000 hektare x 4 meter
= 30.000.000 m² x 4 m
= 120.000.000 m³
Biaya Tanah Urugan:
120.000.000 m³ x Rp130.000/m³ = Rp15.600.000.000.000
Biaya Jasa:
120.000.000 m³ x Rp130.000/m³ = Rp15.600.000.000.000
Total Biaya:
Rp15.600.000.000.000 + Rp15.600.000.000.000
= Rp31.200.000.000.000
Jadi, biaya yang diperlukan untuk menguruk lahan 3.000 hektare dengan kedalaman 4 meter adalah sekitar Rp31,2 triliun.
Tanya:
Dengan demikian, berapa biaya rata-rata per m²?
Jawab:
Untuk menghitung biaya rata-rata per m²:
Total Biaya: Rp31.200.000.000.000
Luas Lahan: 30.000.000 m² (3.000 hektare)
Biaya per m² = Total Biaya / Luas Lahan
= Rp3.120.000.000.000 / 3.000.000 m²
= Rp1.040.000/m²
Jadi, biaya rata-rata per m² adalah Rp1.040.000.
Tanya:
Kalau ditambah biaya administrasi Rp1.000.000.000.000, berapa biaya tanah per m²?
Jawab:
Untuk menghitung biaya tanah per m² setelah ditambah biaya administrasi:
Biaya Total
Total Biaya Pengurugan: Rp31.200.000.000.000
Biaya Administrasi: Rp1.000.000.000.000
Total Biaya: Rp31.200.000.000.000 + Rp1.000.000.000.000 = Rp32.200.000.000.000
Biaya per m²
Luas Lahan: 30.000.000 m²
Biaya per m² = Total Biaya / Luas Lahan
= Rp32.200.000.000.000 / 30.000.000 m²
= Rp1.073.333.333/m²
Jadi, biaya tanah per m² setelah ditambah biaya administrasi adalah Rp1.073.333.333.
Tanya:
Kalau tanah tersebut kemudian dijual dengan harga Rp5.000.000 per m², berapa hasil penjualannya?
Jawab:
Untuk menghitung hasil penjualan:
Data Awal
Luas Tanah: 30.000.000 m²
Harga Jual: Rp5.000.000/m²
Perhitungan
Hasil Penjualan = Luas Tanah x Harga Jual
= 30.000.000 m² x Rp5.000.000/m²
= Rp150.000.000.000.000
Jadi, hasil penjualannya adalah Rp150 triliun.
Tanya:
Bila dibandingkan dengan biaya pengurukan ditambah biaya administrasi, berapa keuntungan bersih yang diperoleh dari penjualan 3.000 hektar?
Jawab:
Untuk menghitung keuntungan bersih:
Data Awal
1. Biaya Pengurukan + Administrasi: Rp32.200.000.000.000
2. Hasil Penjualan: Rp150.000.000.000.000
Perhitungan
1. Keuntungan Bersih = Hasil Penjualan - Biaya Pengurukan + Administrasi
2. Keuntungan Bersih = Rp150.000.000.000.000 - Rp32.200.000.000.000
3. Keuntungan Bersih = Rp117.800.000.000.000
Persentase Keuntungan
1. Persentase Keuntungan = (Keuntungan Bersih / Biaya Pengurukan + Administrasi) x 100%
2. Persentase Keuntungan = (Rp117.800.000.000.000 / Rp32.200.000.000.000) x 100% ≈ 365%
Jadi, keuntungan bersih dari penjualan 3.000 hektar adalah Rp10,88 triliun dengan persentase keuntungan sekitar 365%.
Nah, mantap kan? Jangan heran kalau kasus pengkavlingan laut juga terjadi di Surabaya.
(*)