Saya yakin sekali, di negara-negara maju, nggak ada drama ini:
"Paaak, rumah saya kebakaran, tolongin! Daruraaaat!"
"Maaf, tolong kirimkan foto sertifikat rumahnya, biar kami tahu itu memang rumah Anda. Juga tolong isi formulir laporan dulu."
"Paaaaak, anak saya hanyut di sungai, tolooong!"
"Maaf, bisa lihat KK-nya? Biar kami tahu itu betulan anak Anda. Kami juga harus bikin laporan lengkap dulu. Kan repot kalau ternyata bukan anak Anda."
"Paaaak, ada penjahat yang merampok tas dan laptop saya. Tolong kejar, Pak. Itu orangnya."
"Maaf, bisa lihat kuitansi pembelian, atau surat kepemilikan tas dan laptop Anda. Dan bisa bikin laporan dulu?"
"Tapi penjahatnya keburu kabur, Pak."
"Itu urusan lain. Yang penting sesuai SOP, bikin laporan dulu, nanti kami koordinasi ke atasan, nunggu surat perintah pengejaran. Ada aturan dong."
"Paaaak, tolong banget, buku-buku sy dibajak."
"Maaf, bisa buktikan jika itu memang buku Anda yg dibajak, tunjukkan siapa pembajaknya, dimana mereka nyetaknya, siapa pemiliknya?"
Pernah nonton film-film LN? Yg kalau nelepon 911, dan sejenisnya, ada drama begini? Mereka langsung sigap bantu. Karena di sana sebagian besar polisi berusaha benar-benar mengayomi.
Nah, di Indonesia? Mbuh.
Sampai hari ini, polisi masih tdk nyadar-nyadar juga jika dalam kasus penembakan bos rental ini, argumen "tolong tunjukkan bukti kepemilikan mobil" adalah kontraproduktif, mengundang antipati, dan jelas jauh dari bualan mereka soal mengayomi masyarakat!
Mereka tetap keukeuh dengan argumen itu. Seolah dengan bilang itu, maka mereka bisa duduk-duduk ngopi, nonton Tik Tok di kantornya-nya. Bodo amat dgn laporan yg bersifat darurat dan mendesak dari masyarakat.
Selamat untuk Pak Polisi, Ibu Polisi, kalian sukses besar menurunkan marwah profesi sendiri. Teruslah keras kepala, teruslah merasa paling benar.
(By TERE LIYE)