[PORTAL-ISLAM.ID] Aplikasi layanan pajak terbaru yakni Coretax dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang diluncurkan pada 1 Januari 2025, seharusnya menjadi tonggak penting dalam reformasi administrasi perpajakan di Indonesia.
Sayang aplikasi senilai Rp1,3 triliun ini banyak masalah yang justru merugikan wajib pajak (WP).
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan menyebut, sistem Coretax punya 3 masalah utama. Pertama, kejanggalan dalam proses pengadaan yang menyalahi hierarki perundang-undangan.
"Kedua, integritas konsultan yang ditunjuk. Ketiga, kegagalan fungsi aplikasi yang menyebabkan kerugian besar bagi pengusaha di seluruh Indonesia," kata Rinto, Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Akibat kekacauan di sektor perpajakan yang berimbas kepada bisnis para wajib pajak yang berlatar pengusaha ini, kata Rinto, tanggung jawabnya di tangan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Direktur Jenderal Suryo Utomo yang masa jabatannya seharusnya berakhir pada November 2024.
"Akibat kegagalan Coretax ini, Menkeu Sri Mulyani dan Dirjen Pajak Suryo Utomo harusnya malu. Mereka harusnya mundur," tandasnya.
Rinto menyoroti reputasi sejumlah perusahaan yang terlibat dalam proyek pembangunan Coretax. Misalnya, PricewaterhouseCoopers (PwC) ditunjuk sebagai agen pengadaan, memiliki catatan hitam terkait skandal pajak di Inggris dan Australia. Di mana, PwC diduga memfasilitasi klien elite dalam melakukan manipulasi pajak.
Kegagalan aplikasi Coretaxsejak, kata Rinto, menjadi masalah serius yang tidak bisa diabaikan. Banyak sekali laporan dari wajib pajak yang masuk ke IWPI. Mulai ketidakakuratan data base, kesalahan cetak kode otorisasi (KO), masalah login, seringnya eror di website.
"Kendala lain adalah hilangnya fitur, kendala verifikasi wajah, dan yang paling krusial adalah kesulitan pengusaha dalam membuat faktur pajak (e-faktur). saya kira harus ada yang tanggung jawab. Sri Mulyani dan dirjen Pajak mundur atau diganti saja," imbuhnya.
***
Sejumlah wajib pajak mengeluhkan layanan aplikasi pajak anyar bernama Coretax yang diinisiasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Padahal, aplikasi yang diluncurkan 1 Januari 2025, investasinya cukup mahal. Sekitar Rp1,3 triliun.
Awalnya, kehadiran Coretax ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem administrasi perpajakan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, banyak wajib pajak kesulitan dalam mengakses berbagai fitur penting dalam Coretax. Termasuk permintaan sertifikat digital dan pembuatan e-faktur.
Seperti dikeluhkan salah satu wajib pajak dengan nama akun Budi Budi di group facebook Konsultan Pajak. Saat edukasi, tidak ada penjelasan proses registerasi dari mana ke mana. Akibatnya wajib pajak kebingungan saat akan menggunakan Coretax.
Selain itu, Coretax mewajibkan sertifikat digital untuk membuat faktur pajak yang gagal dilayani sistem. Sehingga menghambat proses bisnis dari wajib pajak. Kegagalan layanan Coretax ini, jelas merugikan wajib pajak. Belum lagi jika ada kekeliruan laporan pajak akibat kegagalan fungsi Coretax ini. Lagi-lagi wajib pajak bakal disalahkan.
Pakar IT dari Enygma, Erick Karya mengatakan, masalah yang terjadi di Coretax menunjukkan kurangnya perencanaan yang matang.
"Tanpa masterplan, blueprint serta pengawalan implementasi yang terdedikasi, maka tidak akan pernah terjadi mekanisme cross-checking yang memadai," kata Erick, Jakarta, dikutip Selasa (7/1/2025).
Erick menambahkan, pendekatan implementasi 'big bang' tanpa pengujian aplikasi yang memadai, bakal memperbesar risiko kegagalan. “Hal ini terlihat jelas dengan terhentinya aktivitas penting seperti pembuatan faktur pajak, yang seharusnya berjalan lancar dalam sistem perpajakan modern. Tapi faktanya justru system gagal melayani,” tuturnya.
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan menyuarakan keprihatinan serupa terhadap aplikasi Coretax.
Meski proyek pembangunan aplikasi Coretax melibatkan nama-nama besar sebagai konsultan dan pengembang, permasalahan yang ada berakar dari tidak adanya masterplan dan blueprint yang matang.
"Rinto benar. Untuk membangun Coretax system, DJP menunjuk PwC sebagai panitia tender dan LG CNS sebagai pemenangnya. Sedangkan Deloitte Consulting sebagai pengawas proyeknya. Namun, sampai hari keenam implementasi, banyak pengguna merasa frustrasi karena aplikasi Coretax justru mengganggu proses bisnis mereka,” imbuhnya.
Di media sosial (medsos), banyak sekali pengguna Coretax mengaku kesulitan dalam login dan kendala saat upload faktur digital. Beberapa pengguna bahkan mempertanyakan apakah pemerintah akan bertanggung jawab atas kerugian yang dialami para wajib pajak itu.
(Sumber: Inilah)
Masalah Coretax ini tipikal priblem birokrat.
— Strategi + Bisnis (@Strategi_Bisnis) January 10, 2025
Anggaran pembuatan aplikasi Coretax ini Rp 1,3 TRILIUN. Tapi banyak error. Ribuan nasabah komplain.
Hal2 kayak gini yg bikin bete. Mau bayar pajak aja ribetnya minta ampun.
Anggaran triliunan tapi hasilnya kok kayak gini. pic.twitter.com/kVYEAg9SZb