Erdogan: "Proyek Israel untuk membagi Suriah menjadi tiga bagian, agar mudah ditelan, telah runtuh"

[PORTAL-ISLAM.ID]  Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Sabtu mengkritik sejarah pelanggaran gencatan senjata Israel, mendesak masyarakat internasional untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut di tengah kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Israel dan Hamas.

"Israel, khususnya (Perdana Menteri Benjamin) Netanyahu, memiliki catatan pelanggaran gencatan senjata yang signifikan, ini seharusnya tidak dibiarkan kali ini (di Gaza)," kata Erdogan kepada kongres provinsi partainya di Adana, Turki selatan.

Ia mengutuk serangan Israel selama 467 hari di Gaza yang menyebabkan lebih dari 47.000 korban jiwa, dengan mengatakan: "Meskipun terjadi genosida dan pembantaian selama 467 hari, Israel telah gagal untuk mematahkan keinginan perlawanan saudara-saudari kita di Gaza."

Erdogan menegaskan kembali komitmen Turki untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan perang di Palestina. "Upaya kami untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan satu per satu akan terus meningkat," katanya.

Turki akan mengerahkan segala cara untuk menyembuhkan luka-luka di Gaza selama masa gencatan senjata, imbuh Erdogan.

Mengenai Suriah, Erdogan mengatakan pemerintahan baru negara itu telah menunjukkan pemahaman moderat yang mencakup semua kelompok agama, sektarian, dan etnis.

Ia menambahkan bahwa Turki menghargai upaya pemerintahan untuk memastikan kesatuan politik dan geografis Suriah.

"Proyek Israel untuk membagi Suriah menjadi tiga bagian, mengubahnya menjadi bagian-bagian yang mudah ditelan, telah runtuh," kata Erdogan.

Ia menekankan dukungan Turki untuk pemulangan pengungsi secara sukarela sambil menentang pemulangan paksa.

Erdogan juga menegaskan kembali bahwa Turki akan memberikan semua dukungan yang memungkinkan kepada Suriah sehingga negara itu dapat segera meninggalkan kehancuran dan penderitaan besar yang telah dialaminya dan membangun kembali dirinya sebagai negara yang utuh, kuat, dan makmur lagi.

Bashar Assad, pemimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti-rezim menguasai Damaskus pada 8 Desember, mengakhiri kekuasaan Partai Baath, yang telah berlangsung sejak 1963.

(Sumber: Anadolu)
Baca juga :