BIJI WIJEN
Dedi CozBuzzer adalah contoh nyata bagaimana prilaku manusia yang merasa superior terhadap manusia lainya.
Ia selalu menempatkan diri dan keluarganya seolah layak jadi contoh bagi khalayak banyak.
Saat menyerang seorang anak kecil, karena si anak kecil mengatakan / mengeluh "ayamnya kurang enak" pada saat dikasih jatah MBG.
DC mengata-ngatai anak kecil itu dengan kata-kata PeA dan bullian lainya.
Kemudian ia mencontohkan anaknya yang harus menghabiskan jatah nasi box saat syuting...
Dedi CozBuzzer,
Seolah mengatakan bahwa anak kecil tersebut, sebagai anak yang tidak tahu terimakasih, tidak mau menerima dan tidak bersyukur atas makanan yg dikasih pemerintah secara gratis.
Di sisi lain,
Dedi CozBuzzer,
Dikasih hidung gratis dan berfungsi baik oleh Tuhan.
Namun ia tidak suka, tidak mau menerima pemberian gratis tersebut.
Kemudian dia permak hidung tersebut.
Dikasih mata.
Tetep diutak-atik, karena merasa kurang cantik.
Dagu direnovasi sedemikian rupa, biar tampak gagah. Dia Tidak Suka dengan dagu asal yang menurut dia jelek.
Dan menjelmalah dia seperti sekarang ini.
Setelah permak sana sini.
Karena dia Tidak Suka dengan apa yang Tuhan berikan.
Lantas sekarang, dengan jumawa merasa berhak marah kepada anak kecil karena si anak kecil bilang ayamnya "kurang enak".
Pantaskah ??
Nggak pantas sama sekali !
Karena dia lebih Tidak Menerima atas apa yg telah diberikan.
Dia merasa mukanya jelek. Makanya dipermak.
Lantas kenapa anak kecil tidak boleh bilang makanan kurang enak ??
Lucunya...
Sekarang dia yang bilang diserang buzzer.
Padahal dialah Buzzer itu sendiri.
Dia yang pertama mengintimidasi anak kecil.
Sekarang seolah yg terdzolimi??
Itulah sebenarnya gunanya banyak kaca dan cermin di tempat nge-Gym.
Biar bisa sering bercermin sebelum menghakimi orang.
Nuduh orang lain gk bersyukur dan Berterimakasih.
Dianya yang jauh dari rasa terimakasih.
Lha iyalah kalau memang punya sikap menerima, bersuykur dan Berterimakasih....
Ngapain harus permak muka ???
Artinya dia tidak suka dengan apa yang Tuhan berikan....
Itulah pentingnya bukan sekedar badan yang besar, kepala yang besar, tapi otak sebesar biji wijen.
(Danke Soe Priatna)