Pengalaman buka usaha parkiran resmi, pungutan pajaknya total nyaris 50% dari pendapatan

Ketemu teman yang buka usaha parkiran resmi.

Mesin beli sendiri. Karyawan digaji sendiri. Lahan punya sendiri. Fasilitas bangun sendiri. Gangguan preman, hadapi sendiri.

Kewajiban pajak usaha seperti ini adalah 30% dari omset, tergantung daerahnya. Pajak ini akan jadi milik daerah (PAD).

Selain pajak daerah, pendapatan yang masuk kantong juga harus dilaporkan ke kantor pajak untuk dikenai Pajak Penghasilan (PPh).

Menurut teman tersebut, Pajak Daerah dan Pusat belum terintegrasi. Sehingga dirinya harus melakukan 2 laporan berbeda.

Coba kita hitung pajak yang mungkin dibayar oleh beliau.

Misalnya tiap bulan pendapatan parkiran Rp 50 juta (tarif motor Rp 2000, mobil Rp 5000).
Dipotong pajak 30%, kurangi 15 juta. Sisa 35 juta.

Gaji karyawan 3 orang, perawatan, perbaikan, kebersihan, listrik, dll kurangi 11 juta. Sisa 24 juta.

Pendapatan tahunan sekitar 280 juta. PKP Rp 240 juta, pajak yang dibayar Rp 30 juta. Atau 2,5 juta per bulan.

Sisa pendapatan = 50 -15 -11 - 2,5 = 21,5 juta.

Tiap bulan belanja kebutuhan keluarga 13 juta, kena ppn 12% = Rp 1,5 juta. PPN memang tidak terasa, tapi sebenarnya riil.

Total pajak yang dibayar sebulan: 15 juta + 2,5 juta + 1,5 juta = Rp 19 juta.

Dari pendapatan bersih 39 juta usaha parkir, angka 19 juta itu setara 48,7% dari pendapatan bulanan.

Kapan balik modalnya?

Harusnya demi ekonomi yang stabil, pajak dibuat satu pintu, dan baru ditarik setelah sebuah usaha berjalan minimal 5 tahun.

(Pega Aji Sitama)

*sumber: fb


Baca juga :