By Tere Liye
20 tahun lalu, saya ke Vietnam. Mengunjungi Hanoi, Saigon. Menumpang kereta 2 hari 1 malam, yang melewati pesisir negara tsb, menghubungkan 2 kota.
20 tahun lalu, negara Vietnam ini B saja. Jauh tertinggal dari Indonesia. Tiang-tiang listriknya saja nggak sebagus tiang listrik di Indonesia. Apalagi yg lain. Jalanan dipenuhi motor. Lautan motor. Jalanan semrawut, lebih kacau dibanding Indonesia. Ampun dah.
Tapi hari ini, Vietnam semakin lari kencang. Angka-angka masih menunjukkan jika Indonesia masih lebih baik atau 11 12 kurang lebih. GDP Per kapita, debt ratio, dll dsbgnya. Tapi, 20-30 tahun dari sekarang, saya tidak akan kaget jika menyaksikan Hanoi dan Saigon telah menjadi segemerlap Shanghai, dkk. Lantas apa kabar Jakarta? Begitu-begitu saja. Paling PIK 2 yg akan gemerlap sih. Sisanya kusut.
20-30 tahun dari sekarang, saya tidak akan kuaget jika GDP per capita Vietnam menyalip Indonesia. Dan mereka lebih dulu masuk kelompok negara maju dibanding Indonesia. Terima fakta sajalah. Padahal Vietnam itu tahun 1970-an masih diserbu Rambo.
Dan yg lebih menyesakkan adalah, skor PISA (Pendidikan) anak-anak Vietnam ini ranking 2 di ASEAN. Mereka semakin serius investasi di pendidikan. Itu artinya apa? Kemampuan bersaing mereka akan lebih tinggi. Industri-industri berteknologi maju tumbuh di negara ini.
Begitulah Vietnam.
20-30 tahun dari sekarang, mungkin satu-satunya yg kita bisa banggakan dibanding Vietnam adalah Timnas. Itupun dgn asumsi naturalisasi berjalan sukses, betulan menghasilkan piala.
Buat apa sih kita bangga dengan G20, bla bla bla, jika GDP per kapita hanya seperduapuluh negara tetangga? Buat apa sih kita bangga dgn negara besar, luas, penduduk banyak, jika UMP rakyat masih berkutat 2-3 juta sebulan. Padahal di negara tetangga UMPnya sudah Rp200.000 per jam (catat baik-baik, per JAM). Jadi kalau kerja 10 jam sehari dia dapat Rp2 juta. SEHARI.
20 tahun terakhir Indonesia itu stuck. Kenapa? Karena yg memimpin hanyalah orang-orang yg lebih sayang anak dan keluarganya. Orang-orang yg sibuk ngurusin partai, kelompoknya, keluarganya saja. Sambil omon-omon seolah-olah paling patriot, paling peduli nasib rakyat banyak.
Peduli? Bah! Penegakan hukum saja mereka nggak peduli. Rakyat dibuat bodoh dgn bansos, dkk.
(TERE LIYE)
*fb