HUKUMAN MATI KORUPTOR?
Oleh: Ustadz Raehanul Bahraen
Kasus korupsi 271 T ternyata naik jadi 300 T dan jadi trending di X, dalam syariat bisa saja hukumannya adalah hukuman mati, silahkan baca pembahasan kami...
Belum lama ini masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan kasus korupsi di negara ini, tidak tanggung-tanggung uang yang dikorupsi mencapai angka ratusan triliun.
Tentu bukan angka yang kecil, andai saja digunakan untuk kemaslahatan negara, niscaya uang segitu bisa membangun banyak fasilitas yang bermanfaat untuk masyarakat, bahkan kalau mau dibagi-bagi ke penduduk Indonesia, masing-masing kepala mungkin bisa dapat sejuta.
Korupsi dalam syariat disebut sebagai perbuatan ghulul, yaitu perbuatan mengambil harta secara khianat di luar yang telah ditetapkan untuknya tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقاً فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
“Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi).” (HR Abu Dawud no. 2943)
Perbuatan ghulul adalah dosa besar dan terdapat banyak ancaman bagi pelakunya, diantaranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
فَإِنَّ الْغُلُولَ عَارٌ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشَنَارٌ وَنَارٌ
“Sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya.” (HR Ibnu Majah, no. 2850)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ
“Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi), dan hutang.” (HR Ahmad, no. 21291)
Hukuman Berat Efek Jera
Di antara solusi yang bisa diterapkan adalah dengan memberi sanksi serta hukuman berat sehingga memberi efek jera bagi pelakunya dan memberi rasa takut bagi orang lain.
Untuk para koruptor sendiri sanksi yang tepat baginya adalah ta’zir dan bukan potong tangan, karena hakikat korupsi bukanlah “mencuri” dalam terminologi syariat.
Ta’zir adalah hukuman yang kadarnya bergantung pada kebijakan pihak yang berwenang. Boleh jadi hukumannya berupa hartanya disita, pelakunya dimiskinkan, dimasukkan ke penjara, atau bahkan bisa dibunuh bila perbuatannya tersebut menimbulkan dampak negatif yang sangat luas.
Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata menukil perkataan penulis kitab Al-Ifshah,
اتفقوا على أن المختلس والمنتهب والغاصب على عظم جنايتهم وآثامهم لا قطع على واحد منهم، ويسوع كف عدوان هؤلاء بالضرب والنكال والسجن الطويل والعقوبة الرادعة
“Para ulama sepakat bahwa pencopet, perampok dan perampas harta orang lain meskipun kejahatannya berat dan dosa besar tapi hukumannya bukan potong tangan. Dan diperbolehkan (bagi penguasa) dalam rangka menghentikan kejahatan mereka, untuk menerapkan hukuman cambuk, sanksi berat, penjara lama, dan denda besar yang membuat mereka jera.” (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/551)
(*)