Oleh: dr. Tonang Dwi Ardyanto (Spesialis Patologi Klinik RS UNS)
"Antibodi alami?"
Sering sekali istilah ini ditanyakan, biasanya ditambah kata-kata atau foto yang pada intinya "jangan beri vaksin pada anak-anak".
Untuk mudahnya, antigen itu adalah setiap benda asing yang masuk tubuh kita. Bisa dari benda mati seperti debu atau serbuk bunga misalnya, atau pun benda hidup seperti bakteri, virus, parasit, jamur dan banyak lagi.
Setiap hari, setiap saat, antigen-antigen itu memapar dan sebagian masuk ke dalam tubuh kita. Ada yang tidak sengaja, seperti paparan debu dan serbuk sari misalnya, yang tentu berusaha kita hindari, tapi sebagian tetap terhirup juga. Padahal dalam debu dan serbuk sari itu, sangat mungkin sekali terbawa juga sebenarnya "antigen dari benda hidup".
Ada juga yang sengaja kita masukkan tubuh kita seperti dalam makanan dan minuman. Terhadap masukan itu, sebagian besar tidak menjadi masalah secara kasat mata, tetapi ada juga yang mengalami "alergi" (sebagian diantaranya yang tepat adalah intoleransi) bahkan menjadi sakit.
Kok bisa alergi?
Karena tubuh bereaksi berlebihan terhadap suatu antigen.
Kok bisa, kok beda dengan anak-anak lain?
Karena kemampuan tubuh mencerna antigen juga berbeda-beda. Termasuk kemampuannya membentuk antibodi.
Tapi kan makanan sudah dimasak?
Antigen dalam makanan itu terdapat pada asupan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah ataupun matang.
Lho, kalau sudah matang kan sudah "mati bakterinya"?
Sifat antigen tetap ada yang bertahan meski sudah dimasak. Bukti mudahnya, ada yang tetap alergi makan udang misalnya, padahal sudah dimasak benar-benar matang. Itu karena antigennya masih tetap ada.
Kok tadi katanya antigen memicu antibodi?
Bila antigen masuk tubuh, maka baru kemudian tubuh terpicu membentuk antibodi. Dengan adanya antibodi itulah, tubuh tumbuh dan berkembang "melawan" atau "mengadaptasi" diri dengan banyak antigen yang diterimanya dari hari ke hari.
Lho katanya manusia diciptakan sudah secara sempurna?
Itu ada dalam Ayat Quran. Saya tidak ahli dalam menafsirkannya. Tapi yang jelas secara kesehatan, sebagian janin tumbuh tidak sempurna, terpaksa meninggal dalam kandungan. Sebagian lagi lahir dengan keadaan juga tidak sempurna, tidak bertahan lama. Sebagian lagi, lahir dengan membawa kondisi tidak sempurna, mampu bertahan, tapi dengan kualitas hidup tidak sesuai harapan. Sebagian lagi, lahir nampak "sempurna" setelah sekian tahun, ternyata membawa penyakit yang membuatnya tidak bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak "sempurna" lainnya.
Tapi itu hanya dari sisi kesehatan. Sama sekali, saya tidak tahu kalau penafsiran ayat Al Quran. Tentu ada makna dan hikmah di dalam ayat tersebut, mangga yang ahli.
Terus kaitannya dengan antigen antibodi tadi?
Dengan kemampuan membentuk antibodi setiap kali ada antigen itulah, maka tubun bertahan dari kondisi-kondisi sakit. Bila tidak ada antigen yang masuk tubuh, maka tubuh tidak bisa membentuk antibodi sendiri.
Tapi kan katanya bisa dapat dari ASI?|
Benar, itu disebut antibodi secara pasif. Terima jadi, terima sudah dalam bentuk antibodi jadi. Karena sifatnya pasif dan terima jadi, maka hanya bertahan seumur bertahannya antibodi tersebut dan selama masih dapat pasokan.
Setelah bayi mulai mendapatkan asupan selain ASI, berarti sudah mulai masuk antigen-antigen dari luar ASI. Berarti pula tubuh sudah diharuskan merespon antigen dengan cara membentuk antibodi sendiri. Begitu seterusnya bayi tumbuh dan berkembang.
Lha kalau begitu berarti tidak butuh vaksin dong, kan bisa membentuk antibodi sendiri?
Antigen pada debu, serbuk sari atau makanan, adalah antigen yang rutin diterima dalam takaran kecil dan jangka panjang. Paparannya - kecuali bagi yang kondisi tubuhnya lemah atau sifat "alergi" tadi - tidak sampai membuat sakit. Karena kemudian tubuh membentuk antibodi, maka setiap kali bertambah jenis ragam makanan yang dikonsumsi misalnya, maka semakin lengkap juga antibodinya.
Nah benar kan, berarti tidak perlu vaksinasi lagi?
Antigen spesifik dari patogen penyebab penyakit seperti tetanus, difteri, pertusis, campak atau hepatitis, bila masuk tubuh, berisiko menjadi sakit karena sifat antigenitasnya kuat dan spesifik. Beda dengan debu, serbuk dari dan makanan tadi.
Juga, itu bukan antigen yang sehari-hari secara kecil dan terus menerus masuk tubuh. Apalagi pada bayi dan anak-anak yang masih dijaga lingkungannya.
Maka kita perlu "memicu" bayi membentuk antibodi spesifik seperti itu melalui vaksinasi. Diberikan dengan dosis terukur, dengan jadwal khusus, dengan perhitungan dari hasil penelitian. Tujuannya bahwa jenis, jumlah dan jarak pemberiannya membuat anak bisa membentuk antibodi spesifik tanpa harus menjadi sakit.
Dibandingkan paparan debu, serbuk sari dan makanan sehari-hari, maka pemberian vaksinasi itu sangat jarang kita lakukan.
Lha itu kok setelah disuntik vaksinasi, jadi panas?
Dosis vaksinasi itu kecil. Kalau dapat antigen dosis sekecil itu saja jadi demam dan sakit, bayangkan kalau sampai anak harus mendapatkan dosis yang tidak terukur dari alam secara langsung? Tentu sakitnya akan jauh lebih berat. Maka itu yang kita hindari.
Apakah vaksin itu aman?
Sudah sering disampaikan, kalau maksudnya 100% tidak ada risiko, maka jawabannya TIDAK ADA. Bahkan itu tadi: debu, serbuk sari dan makanan sehari-hari pun tidak selalu aman dihadapi anak-anak. Ada kalanya mereka juga jadi sakit karena asupan antigen sehari-hari. Apakah berarti makanan sehari-hari itu disebut "tidak aman"? Tentu tidak demikian kan?
Semua itu usaha kita berbasis pengetahuan terbaik yang kita miliki. Jelas sekali, pengetahuan manusia itu ibaratnya hanya setetes air ditengah lautan dibandingkan Ilmu Allah SWT. Tapi kewajiban manusia itu berusaha, selebihnya tawakkal.
Maka mari kita beri vaksinasi pada anak-anak kita, dengan niat memberikan usaha terbaik melindungi mereka. Kita niatkan dengan Bismillah, memohon ridha Allah SWT. Selebihnya kita tawakkal.
Aamiin...
Mangga....
@TDA 12/12/24
(fb)