Oleh: Ustadz Muhammad Nuruddin
Saran saya kepada masjid-masjid yang dari sisi pendanaannya sudah cukup, perbanyaklah pengajian-pengajian yang menggunakan kitab. Jama'ah diajak mengaji kitab dari awal sampai akhir. Tidak usah yang berat-berat. Cukup kitab-kitab pemula aja. Dari mulai fikih, akidah, akhlak, sirah nabi, dan lain-lain.
Dengan cara begitu, maka masyarakat akan mendapatkan pengetahuan yang lebih utuh tentang agamanya. Bukan wawasan yang setengah2. Pengajian-pengajian yang bersifat tematik itu, sejauh yang saya pantau, memang bermanfaat. Kita tidak memungkiri manfaat itu.
Tapi, pengetahuan yang didapat akhirnya hanya sepenggal demi sepenggal. Beda dengan baca kitab. Pengetahuan yang didapat pasti akan lebih matang. Meskipun itu bergantung pada siapa yang mengajar. Pengajian tematik tetap perlu diadakan. Tapi ngaji yang menggunakan kitab kalau bisa lebih diperbanyak lagi.
Dari situ bisa terlihat mana yang punya kelayakan untuk mengajar dan mana yang tidak. Syarat paling pokok untuk jadi ustad/penceramah agama itu harus bisa bahasa Arab. Dan mampu membaca kitab berbahasa Arab. Kenapa? Ya karena sumber-sumber ajaran Islam semuanya tertuang dalam bahasa Arab.
Kitab sucinya berbahasa Arab. Hadits nabinya berbahasa Arab. Sejarah hidup nabinya juga ditulis dalam bahasa Arab. Kemudian ilmu-ilmu keislaman pun ditulis dalam bahasa Arab. Yang saya perhatikan, ada sebagian dari masyarakat kita yang mengaji itu berdasarkan selera. Tidak melihat kualitas keilmuan yang mereka terima.
Kadang-kadang saya suka nemu tuh penjelasan aneh dari sejumlah ustad. Dan, ketika dicek biografinya, ustad-ustad begitu biasanya asal usul belajarnya nggak jelas. Bahkan kemampuan bahasa Arabnya pun diragukan. Karena jarang terlihat mengaji dengan menggunakan kitab berbahasa Arab. Yang terlanjur di-ustad-kan harus sadar diri. Mulai dari sekarang, pelajarilah bahasa Arab.
Sebagai antitesa dari fonomena semacam itu, saya suka membiasakan ngaji dengan membawa kitab. Termasuk pengajian di luar kota. Baik dalam bentuk digital maupun fisik. Kadang nggak sempat bawa. Tapi isinya tetap merujuk kitab. Kalau ditanya, dan saya nggak tahu, akan saya jawab nggak tahu. Dan saya tidak malu dengan jawaban itu.
Mengaji dengan kitab itu penting. Untuk membuktikan bahwa apa yang kita sampaikan itu punya asal usul yang jelas. Karena penyampaian agama ini sejak awal didasarkan pada sanad. Yang bisa baca kitab aja kadang masih terjatuh dalam pemahaman yang salah. Apalagi yang nggak bisa baca kitab sama sekali!
Ada beberapa masjid yang sudah menawari saya untuk mengaji dengan pola semacam itu. Dan saya menyetujui selama waktunya memungkinkan. Saya kira ini tugas para pengurus masjid ke depan. Itu kalau kita berniat untuk memajukan pengetahuan masyarakat. Lain cerita kalau hanya ingin mengikuti selera. Yang udah. Paling hasilnya gitu2 aja.
(fb)