Apakah Penghasilan Suami Harus Diserahkan Seluruhnya kepada Istri?

Apakah Penghasilan Suami Harus Diserahkan Seluruhnya kepada Istri?

Ustadz Muhammad Abduh Negara

Beberapa suami menyatakan, bahwa penghasilannya sepenuhnya diserahkan pada istri, dan kalau dia butuh sesuatu, maka dia akan minta 'uang jajan' kepada sang istri. Sebagian istri bahkan seperti 'mewajibkan' seluruh penghasilan suami dipegang olehnya.

Apakah hal ini benar?

1. Dalam konteks hak dan kewajiban, maka hak istri yang menjadi kewajiban suami, hanyalah uang untuk nafkah sehari-harinya, seperti pangan, sandang dan berbagai kebutuhan yang memang menjadi hajat manusia, dan ini berbeda-beda tiap zaman dan tempat, mengikuti 'urf (kebiasaan) yang berlaku pada zaman dan tempat tersebut. Hanya saja yang jelas, biaya istri untuk foya-foya dan hidup ala sosialita kelas atas, tidak menjadi kewajiban suami.

2. Selama suami sudah memenuhi kebutuhan nafkahnya, sebagaimana poin 1, maka istri tidak punya hak lagi terkait uang suami. Bahkan suami tidak wajib menyebutkan berapa gaji atau take home pay yang dia terima tiap bulannya. Kewajibannya hanyalah menafkahi istri secara layak.

3. Apakah boleh suami menyerahkan seluruh penghasilannya untuk dikelola istri? Jawabannya, boleh-boleh saja. Tidak haram. Namun ini sebenarnya malah menambah beban istri, karena dia mendapat tugas tambahan mengelola keuangan keluarga, padahal itu pada dasarnya kewajiban suami. Pada dasarnya, memenuhi kebutuhan rumah tangga, seperti makanan, pakaian, dan lain-lain untuk anak dan istri, adalah tanggung jawab suami. Mengikuti ketentuan ini, sebenarnya yang beli bahan pangan di pasar, belanja pakaian, dan seterusnya, adalah tugas suami.

Ketika seluruh penghasilan diserahkan pada istri, artinya suami lepas tangan dari semua tanggung jawab ini, dan menyerahkannya pada istri. Jadi istri yang harus mengelola uang itu, mengalokasikannya untuk kebutuhan rumah tangga, kebutuhan liburan, tagihan ini dan itu, tabungan dan investasi, dan lain sebagainya. Demikian juga, istri yang belanja ke pasar, supermarket, toko pakaian, dan seterusnya.

Kalau seperti ini, sebenarnya istri berhak 'minta upah' ke suami, karena harus mengerjakan banyak hal, yang bukan kewajibannya.

Jadi, para istri, kalian itu bukan 'untung' dan 'menang', ketika bisa memegang seluruh penghasilan suami, tapi kalian sebenarnya 'dipekerjakan sebagai pesuruh sekaligus manager keuangan' tanpa digaji oleh suami kalian.

4. Terkait poin 3, jika suami dan istri sepakat, bahwa penghasilan suami dikelola sepenuhnya oleh istri, mungkin karena istri lebih bisa mengatur keuangan, atau suami sudah terlalu capek bekerja di luar sehingga tidak punya waktu lagi untuk mengatur keuangan, atau dia selama ini dikenal boros dalam menggunakan uang, dan hal-hal semisalnya, maka itu tidak masalah. Ini hanya soal manajemen pengaturan rumah tangga, dan hukumnya mubah saja.

Namun yang jadi catatan, hal itu tidak wajib. Tidak wajib suami menyerahkan seluruh penghasilannya kepada istrinya. Tidak wajib juga istri mengelola keuangan keluarga. Namun, kalau sepakat seperti itu dan keduanya ridha, ya tidak masalah. Seperti tradisi kebanyakan istri selama ini, yang memasak, mencuci pakaian, dan semisalnya, padahal menurut banyak ulama, hal itu bukan kewajiban istri.

(*)
Baca juga :