Setelah membaca buku ini, memang sangat keliatan kalau Asma Nadia adalah anti poligami tulen

Setelah membaca buku ini, memang sangat keliatan kalau Asma Nadia adalah anti poligami tulen. Gak ada baik-baiknya para keluarga pelaku poligami dalam buku ini🀣🀣

Buku ini menggambarkan dampak emosional dan sosial yang kompleks yang dialami oleh keluarga yang terlibat dalam poligami, tanpa memberikan ruang sedikitpun untuk sisi positifnya.

Dalam semua cerita di buku ini, poligami terlihat hanya membawa kesedihan dan konflik bagi semua istri. Asma Nadia dan suaminya (Isa Alamsyah) menampilkan luka-luka yang sering kali tersembunyi di balik praktik poligami ini.

Sisi menarik dari buku ini adalah tentang bagaimana seorang lelaki bisa bertemu istri kedua, ketiga, bahkan sampai keempat yang masing-masing ceritanya sangat unik.

Sebenarnya buku dibuat dari sudut pandang bukan istri pertama, dan isinya adalah semua bagaimana istri kedua, ketiga dan keempat yang menderita.

Dan kesan yang saya dapatkan dari kedua penulis seolah-olah adalah mereka berkata "wahai para madu, kalian pantas mendapatkannya (rasain)." πŸ˜…πŸ˜…

Tapi ya seperti biasanya, gaya penulisan yang ditata oleh Asma Nadia ini sangat baik, khas buku-bukunya yang lain. Berarti menandakan dia turut serta dalam memperbaiki bahasanya walaupun kisah-kisah dalam buku ini diceritakan oleh para pelaku.

(Dhewa Edikresnha)

*sumber: fb

Baca juga :