Penulis: Arif Wibowo
Di Indonesia, kata nasrani digunakan oleh umat Islam santri menyebut orang-orang Kristen, yang kemudian oleh beberapa apologet Kristen dunia maya, dinyatakan bahwa pandangan orang Islam Indonesia itu keliru, sebab Nasrani itu berbeda dengan Kristen.
Pendapat dari beberapa apologet Kristen ini menarik untuk ditelusuri, sebab memang, Kristen ini adalah agama yang bertumbuh kembang. Oleh Syed Naquib al Attas disebut sebagai historical religion, yakni “agama yang dilahirkan, dibela, diasuh dan dibesarkan oleh sejarah.”
Awalnya disebut Kristen oleh Ignatius dari Antiokhia, sekitar 100 Masehi yang berarti pengikut Kristus. Sebab tema mendasar dalam agama Kristen memang masalah “Kekristusan Yesus”, makanya ilmu yang dikembangkan disebut Kristologi.
Sedangkan kata Nasrani ada beberapa tafsiran, menurut Karel Steenbrink terkait dengan kekristenan awal yang masih dekat dengan tradisi Yahudi. Ada juga yang mengkaitkan dengan yesus dari Nazareth dan juga ada yang meyakini kata Nasrani berasal dari kata Netser (Ibrani: tunas) yang mengacu kepada nubuatan tentang kedatangan Yesus.
Namun, kedua nama tersebut masih belum menjadi nama baku untuk agama para pengikut Krsten kala itu. Sebab memang awalnya, kekristenan masih dipandang sebagai salah satu aliran dari Yudaisme. Sebelum akhirnya Marcion merumuskan teologi yang memisahkan tegas antara kekristenan dengan Yudaisme.
Tuhan Yahudi dalam dalam perjanjian lama itu bengis dan hobi menghukum, sangat berbeda dengan Tuhan Kristiani yang penuh kasih. Jadi tidak mungkin konsep ini merujuk pada dzat yang sama. Pandangan ini dianggap sebagai bid’ah paling mula dalam kekristenan yang mendeklarasikan diri sebagai kelanjutan dari Yudaisme.
Nama awal yang disepakati oleh gereja arus utama adalah nama Katolik. Kata Katholik berasal dari kata Eclessia Katha holos atau katholikos; dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja Katolik.
‘Gereja Katolik’ resmi digunakan pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Smyrna, untuk menyatakan bahwa Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus Kristus, untuk membedakannya dari para heretik pada saat itu.
Nama ini makin kokoh ketika Kaisar Konstantin menyatakan kredo Ciuis Regio Ilius et Religio, yang kurang lebih artinya, agama penguasa wilayah (raja) adalah agama yang harus dianut oleh rakyat diberlakukan. Sejak saat itu, kekaisaran Romawi ditopang dua penyangga utama, Kaisar sebagai poros kekuasaan politik dan gereja Katolik sebagai pemegang mandat kuasa spiritual.
Hal ini berlangsung selama berabad-abad, dimana Katolik menjadi sebuah nama baku bagi gereja yang ada di bekas imperium Romawi. Ketika terjadi skisma besar, Konstantinopel memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma dan memilih nama Orthodox Timur untuk memberi nama gerejanya.
Kata Kristen waktu itu bukan menjadi nama tapi ada dalam diskursus spiritual. Nama Kristen digandengkan dengan kata religion pertama kali oleh seorang pemikir Renaisans asal Italia, Marsilio Ficino, dalam bukunya Theologia Platonica.
Gagasan utama Ficino dalam karya tersebut adalah tentang naluri universal dalam diri manusia untuk mencari yang baik, upaya mencari Yang Ilahi, dimana naluri itu diberi nama religio. Di dalam esai yang lebih ringan, Ficino menyebut naluri universal itu sebagai De Christiana Religione, yang dimaknai “tentang sifat Kristus-sentris dari religiusitas manusia universal dalam bentuk idealnya.”
Penggabungan kata Christiana dengan Religione adalah hal yang baru pada masa itu. Namun yang perlu diingat, frasa ‘religi kristiani’ dalam Marsilio tidak hendak mengenalkan suatu institusi agama, ia adalah semacam fitrah kekristenan yang ada dalam setiap diri manusia.
Identifikasi frasa “Christian Religion” menjadi sebuah institusi keagamaan yang berbeda dengan Katolik Roma dilakukan oleh pemimpin Protestan Swiss, Zwingli. Pada tahun 1525, ia menerbitkan De Vera et Falsa Religione Commentarius. Melalui buku itu, Zwingli dengan tegas membahas religio yang benar dan yang salah di kalangan Kristiani.
Menurut Zwingli, religi yang keliru adalah sakralisasi yang berlebihan terhadap para Paus, konsili, otoritas gereja, dan yang semacam itu. Peluhuran yang begitu hebat terhadap organisasi duniawi yang merupakan mediasi saja dari yang ilahiah, bukanlah yang ilahiah itu sendiri.
Meski demikian di sini nampak, bahwa pada periode ini, Kristen Protestan sebagai sebuah insitusi keagamaan belum berpisah sepenuhnya dari kekristenan lama yang diwakili gereja Katolik Roma. Setelah John Calvin pada tahun 1536 menerbitkan Christianae Religionis Institutio , akhirnya Kristen Protestan resmi bercerai dengan gereja Katolik Roma dan menjadi Institusi Agama yang tersendiri.
Jadi pada masa Rasulullah memang belum ada istilah gereja Kristen. Kalau istilah umat Kristen memang sudah ada, tapi itu di belahan dunia Barat.
Sedangkan kata Nasrani dalam penelusuran Dr. Louy Fatoohi, maknanya sama dengan istilah dalam Al Qur'an ketika menyebut pada pendukung Nabi Isa, kaum Hawariyun dengan istilah "Nahnu Anshorullah", kami adalah penolong agama Allah. Maknanya sama dengan gelar yang disandang oleh Nabi Isa, sang Nazarene, istilah dalam bahasa Aram yang artinya juga sang Penolong.
Terlepas setuju atau tidaknya orang Kristen akan istilah nasrani, secara kesejarahan nama Nazarene yang di bahasa Arab menjadi Nasrani itu nama yang sudah ada sejak Nabi Isa, bahkan Paulus sendiri juga disebut sebagai orang Nazarene.