Klan Saud
Waktu mulai naik kekuasaan, Ben Salman (MBS) menemukan fakta menyakitkan bahwa 60% pegawai asli Saudi sangat tidak produktif. Digaji tinggi namun hasil kerjanya tidak signifikan.
Sementara berbagai sektor ekonomi dan layanan bergantung pada pekerja asing yang mana mereka bisa kapan saja membawa uang keluar dari Saudi.
Sudah begitu, tak ada pajak sama sekali yang dibebankan oleh pemerintah.
Sisa pendapatan minyak pun dihambur-hamburkan untuk mencukupi gaya hidup ribuan anggota keluarga Kerajaan (keturunan Alu Saud). Setiap keturunan Raja Abdul Aziz dianggap sebagai pangeran.
Mereka pun hobi membelanjakan uang dengan kesenangan serta berbelanja ke luar negeri.
Hasil menyedot kekayaan minyak selama lebih dari 50 tahun seperti menaruh air di dalam teko yang dituang, hanya tersisa kecuali sedikit saja.
Belum lagi beban perang Yaman, dimana di lapangan sekutu Saudi banyak yang oportunis, juga belanja senjata AS yang mahal-mahal.
Setelah menyingkirkan sepupunya Ben Nayef dari kursi putra mahkota, Ben Salman langsung ngegas dengan program ekonominya.
Dengan dipandu konsultan-konsultan Barat yang bertarif mahal serta kerap menampilkan ceremonial dengan kembang api. Saudi berusaha membangun industri hiburannya sendiri. Berfokus pada seni, musik, festival, sejarah serta olahraga.
Targetnya supaya orang Saudi sendiri tidak mencari kesenangan di luar negeri dan orang asing akan mulai berlibur ke Saudi.
Dari sisi ekonomi, rakyatnya mulai diarahkan untuk bekerja, termasuk kaum wanita. Uniknya meski seolah menuruti tuntutan aktivis feminis liberal Saudi, seperti tuntutan menyetir dan kebebasan bekerja bagi wanita, tapi setelah kebijakan diberlakukan Ben Salman langsung menciduk mereka dan dijebloskan ke penjara.
Pajak semacam PPN pun mulai diberlakukan, meski belum ada pajak penghasilan seperti di negara lain.
Ben Salman mendatangi para Ulama terkait programnya ini, bukan untuk minta persetujuan, namun untuk memperingati mereka supaya jangan menghalangi.
Ha'iah atau Polisi Syariat alias Mutawa dicabut wewenangnya. Mereka dilarang bertindak sendiri, seperti mengejar, menangkap, menginterogasi, merotan target yang diduga melanggar syariat. Hai'ah kini cuma bisa menasehati dan mengajak shalat berjama'ah warga. Di masa lalu, mereka bisa membubarkan acara yang dianggap tasyabuh, seperti Valentine dan Halloween.
Dengan pencabutan wewenang ini tidak ada lagi yang menindak turis asing, dimana mereka tak perlu memakai Abaya lagi.
Tanpa mutawa (polisi syariat) yang galak, komite hiburan bisa bergerak dengan leluasa. Termasuk menggelar acara seperti Riyadh Season. Bahkan menggelar konser penyanyi asing, termasuk penyanyi nenek-nenek yang memakai celana dalam (Jennifer Lopez/55 tahun).
Sayangnya karena salah konsultan dan kurang tahu seluk beluk dunia "maksiat", acara hiburan Saudi bukannya terlihat keren tapi malah tampak norak.
Di beberapa titik di laut Merah, telah terkonfirmasi telah dibuka pantai untuk turis asing yang dibiarkan memakai bikini.
Padahal solusi ekonomi Saudi sebetulnya sederhana saja, tinggal menerapkan pajak bagi para pekerja asing.
Jadi kalau anda ingin Saudi seperti dulu yang lebih spiritual dan agamis, ke sana cukup untuk Haji dan Umroh saja lalu pulang. Jangan keluarkan uang untuk ke Riyadh, ke al-Ula, ke pantai dll.
(Pega Aji Sitama)