[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Tim Advokasi Tolak Tambang mengajukan permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 soal pemberian izin tambang ormas keagamaan ke Mahkamah Agung (MA).
Menurut perwakilan kuasa hukum, Muhamad Raziv Barokah, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi tambang sengaja dimiskinkan agar tidak punya kekuatan untuk melawan balik.
“Mereka sengaja dimiskinkan, dijebak dengan kemiskinan struktural, agar tidak bisa melakukan perlawanan,” ucap Raziv pada Selasa, 01 Oktober 2024 di depan Gedung MA, Jakarta Pusat.
Keuntungan dari bisnis tambang, klaim Raziv, hanya dinikmati oleh segelintir elit pengusaha dan penguasa. Sedangkan masyarakat yang tinggal di wilayah tambang justru harus hidup merana dan terjebak dalam kemiskinan struktural.
Upaya untuk mencapai kekayaan ekonomi lewat eksplorasi dan eksploitasi di sektor pertambangan dianggap Raziv hanya akan membawa petaka kerugian bagi masyarakat.
“Akan semakin banyak masyarakat, utamanya teman-teman kita yang di wilayah tambang, yang semakin dirugikan. Karena data membuktikan bahwa ternyata, teman-teman kita yang ada di wilayah tambang, justru mereka tidak bisa lepas dari lingkaran kemiskinan,” ujarnya.
Direktur Program Trend Asia, yang juga ikut menjadi pemohon, Ahmad Ashov Birry, menyebutkan bahwa tidak ada dalam sejarah pertambangan batu bara memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang. Keuntungan bisnis tambang menurutnya tidak terdistribusi ke masyarakat, tetapi malah lari ke luar.
“Sering dikenal kalau di ekonomi itu akhirnya terjadi enclave economy, seperti negara dalam negara. (Produk Domestik Regional Bruto) PDRB-nya tinggi, tapi level kesejahteraannya yang salah satunya dihitung dari konsumsi warga di sekitar rendah, berarti (keuntungan) tidak terdistribusi ke sana (masyarakat) alias lari keluar keuntungannya,” ucap Ahmad.
Dengan sifat kapital insentif yang dimiliki oleh pertambangan batubara tersebut, Ahmad beranggapan bahwa sudah seharusnya pertambangan batubara dihentikan. Apalagi Ahmad melihat, ada permasalahan besar dalam distribusi manfaat tambang Batubara, apalagi ada kenyataan dimana konsentrasi kepemilikan korporasi atas konsesi atau lahan-lahan di Indonesia begitu besar.
(Sumber: TEMPO)