MULYONO GURU BANGSA?

GURU BANGSA

Kalian masih inget cerita tentang tetangga-tetangga saya di komplek? Nah, ada kabar baru, Pak RT saya yang akhirnya lengser, ternyata konon menurut ART di rumahnya, Pak RT mau jadi guru. Kami benar-benar terdiam dan bingung. Hah? Jadi guru? Itu seriusan?

Karena bukan apa-apa, kami tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di kelasnya nanti.

Hari pertama dia ngajar, muridnya ada 40. Pelajaran tentang bahasa Indonesia.
"Sudah tapi belum."
"Maksudnya gimana, Pak?"
"Sudaaaah, tapi belum."
"Eh, jadi itu sudah atau belum, Pak?"
"Sudaaah, tapi belum."
Murid-muridnya bingung mau catat apa.

Hari kedua, dia kembali semangat mengajar, tentang pandemi.
"Mudik yang tidak boleh. Pulang kampung sih boleh."
"Tapi bukannya itu sama, Pak?"
"Beda. Mudik ya mudik. Pulang kampung ya pulang kampung."
Mulut murid-muridnya terngaga, semakin bingung.

Hari ketiga, dia kembali mengajar, Matematika,
"Pak Guru, kalau rumus phytagoras itu kayak apa?"
"Ya ndak tahu, kok tanya saya."
Murid-muridnya menggigiti pulpen.

Hari keempat, dia kembali mengajar, pelajaran IPA.
"Inget loh ya, sedimen, bukan pasir."
Murid-murid mengangguk, mencatat: sedimen, bukan pasir.
"Tapi, sedimen ini bentuknya juga pasir."
Murid-murid terdiam, baiklah tetap mencatat: sedimen ini bentuknya pasir.
"Tapi, ini sedimen. Bukan pasir. Catat baik2 loh, jangan ketuker."
Murid-murid mulai menggigiti meja kayu.

Setelah terbengong-bengong membayangkan itu 5 menit, kami para tetangga bubar dari pos ronda, balik ke rumah masing-masing. Sudah terlalu lelah buat meneruskannya.

(By TERE LIYE)

Baca juga :