Makam MTA tanpa kijing sesuai sunnah dan sesuai fikh ahlusunnah
Oleh: Tsabit Abi Fadhil
Kalau kita melihat areal pemakaman yang dikelola MTA ini (Majlis Tafsir Al Qur'an) sebenarnya sudah sesuai dengan fikih kita, bahwa memang ada larangan untuk membuat kijing di pemakaman umum atau pemakaman musabbal.
Sebaliknya pemakaman yang dikelola oleh "orang² NU dan Habaib" justru sering melanggar fatwa fikih yang ada, tidak sesuai fikh juga tidak sesuai sunnah..
Dalam Shohih Muslim dikatakan:
ﻧﻬﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺠﺼﺺ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻌﺪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﺃﻥ ﻳﺒﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ»
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburan.”
Begitu juga dalam Fathul Mu’in (satu kitab fikih populer di kalangan pesantren) dijelaskan:
وكره بناء له أي للقبر أو عليه لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل. ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه
“Makruh membangun kuburan, sebab adanya larangan syara’. Kemakruhan ini ketika tanpa adanya hajat, seperti khawatir dibongkar, dirusak hewan atau diterjang banjir.
Hukum makruh membangun kuburan ini ketika mayit di kubur di tanah miliknya sendiri. Jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau dikuburkan di tanah wakaf, maka membangun kuburan tersebut hukumnya haram dan wajib dibongkar, sebab kuburan tersebut akan menetap selamanya meski setelah hancurnya mayit, dan akan menyebabkan mempersempit umat muslim tanpa adanya tujuan”
(Syekh Zainuddin al-Maliabar, Fath al-Mu’in, hal. 219).
___
Area pemakaman MTA ini mirip Baqi' dan Ma'la tetapi di bawah kebon jati.