Khaled Mashal, Tokoh Hamas Yang Gagal Dibunuh Mossad, Kandidat Pengganti Yahya Sinwar

Oleh: Faisal Lohy

Dalam wawancara yg dimuat majalah Third Way pada musim panas 2008, Khaleed Mashal menceritakan keadannya yg hampir mati akibat diracun agen Mossad di pintu masuk kantor cabang Hamas di ibu kota Amman, Yordan pada medio 1995.

Salah satu kutipan menariknya: "Upaya pembunuhan itu membuat saya lebih positif dalam menjalani hidup. Menjadi lebih berani dalam menghadapi kematian. Keyakinan saya menjadi lebih kuat, seseorang tidak akan mati sampai waktunya tiba. Saya akan mati ketika Allah memutuskan, bukan ketika Mossad memutuskan. Membuat saya lebih bertekad memenuhi tanggung jawab saya".

Suatu hari yg cerah di Yordan, bertepatan 27 September 1995, dua agen Mossad yg bertindak atas perintah Netanyahu, memasuki Yordan gunakan paspor Kanada palsu. Menyamar sebagai turis, mereka menuju kantor cabang Hamas di Ibu kota Amman. Menunggu di depan pintu masuk kantor.

Ketika melihat Mashal berjalan melewati pintu masuk, salah satu diantara mereka menempelkan alat ke telinga kirinya. Racun memancar dalam sekejap ke seluruh tubuhnya.

Dalam wawancara Third Way, Mashal mengatakan: "Alat itu meletupkan "suara keras di telinga kiriku. Seperti ledakan, seperti sengatan listrik."

Ekses racun menjalar dengan cepat. Mashal mengalami sakit kepala parah dan mulai muntah. Ia dilarikan ke rumah sakit, kondisinya memburuk, tidak sadarkan diri, racun melumpuhkannya hingga berakhir koma menunggu waktu mati.

Dokter di Kingg Hussein Medical Center mengamati gejala-gejala Mashal. Kondisinya divonis overdosis apoid.

Pada saat kejadian, agen Mossad berhasil ditangkap. Respon keras ditunjukan Raja Hussein kepada Netanyahu. Raja Yordan cemas kematian Mashal memicu kerusuhan di kerajaan. Bahkan berpotensi memunculkan perang saudara.

Raja Hussein mendesak Netanyahu memberi penawar racun. Dibarengi ancaman akan memutus kemitraan bahkan membatalkan perjanjian damai dengan Israel yg disepakati tahun 1994.

Netanyahu awalnya menolak hingga presiden Amerika, Bill Clinton turun tangan mendesak Netanyahu. Kepala Mossad, Danny Yatom terbang ke Yordan. Membawa penawar racun. Mashal berhasil diselamatkan.

Khaleed Mashal adalah seorang fisikawan lulusan universitas Kuwait yg terlibat bersama Ahmad Yasin, Ismael Haniyeh dan Yahya Sinwar dalam pembentukan Hamas di tahun 1984.

Mashal juga berperan dalam pembentukan biro politik Hamas dan dimanahkan menjadi ketua pada 1996 setelah Mohammad Abu Marzook ditahan Israel pada 1995. Posisinya sebagai kepala politbiro Hamas berlangsung hingga 2017 saat digantikan Ismael Haniyeh.

Kini Mashal menjadi kepala politbiro Hamas sementara setelah kematian Sinwar. Sebelumnya juga menjadi pemimpin sementara pada Juli 2024 setelah kematian Haniyeh hingga terpilihnya Sinwar pada Agustus 2024.

Mashal memiliki keunggulan, karakter dan ketahanan diri yg sangat matang, terutama dalam berpolitik. Ia pandai mematahkan lawan dalam pertarungan politik terbuka dengan karakternya yg tenang.

Salah satu pembuktiannya, saat ia menjadi kepala biro politik yg sukses mengantarkan Hamas memenangkan pemilu Gaza pada 2006 lalu. Hamas berhasil meraih suara mayoritas 44,5%. Meraih 74 dari 132 kursi. Mengalahkan Fatah sebagai partai penguasa yg hanya peroleh suara 41,43% dan 45 kursi.

Pada hal. 3-5 Laporan CRS untuk Kongres AS yg diterbitkan 2 Februari 2006 (RS22370), menyebut AS mengeluarkan US$ 2,3 juta lewat USAID untuk gelar penyelenggaraan Pemilu Palestina.

Laporan " EU Election Observation Mission for Palestinian Legislative Council Elecrion" (Komisi Eropa, Siaran Pers IP/05/589, 23 Mei 2005) menyatakan, pemilu diselenggarakan sesuai arahan presiden George W Bush untuk menaikan popilaritas demokrasi Barat yg dipraktikan presiden Mahmoud Abbas dan kelompok Fatah di Palestina.

Sebelum pemilu dilaksanakan pada 15 Januari, Israel cemas Hamas akan menang, menguasai posisi dominan dalam struktur pemerintahan Palestina. Namun permintaan mereka menggagalkan Hamas sebagai peserta pemilu ditolak presiden Bush.

Bush dan Mahmoud Abbas meyakini, fatah akan menang. Bush telah menyiapkan strategi muslihat untukbintervensi berjalannya pemilu melalui praktik inteligen.

Siasat licik Amerika dan Israel, berhasil diantisipasi Mashal dan pemimpin Hamas lainnya. Memberi pukulan telak, melucuti, menghina premis kebijakan Bush di Palestina dan Timur Tengah. Keyakinan awal Bush akan sukses memenangkan Fatah jalankan pemerintahan Demokrasi pro Barat digagalkan Hamas.

Hamas akhirnya memiliki hak membentuk pemerintahan tanpa campur tangan Fatah. Ismail Haniyeh dicalonkan sebagai perdana menteri pada 16 Februari dan dilantik pada 29 Maret 2006.

Amerika dan Israel tidak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan untuk segera mengakhiri pemerintahan baru di bawah kendali Hamas.

Catatan Steven Erlangger yg dimuat New York Times Februari 2006 menyebut, pasca kemenangan Hamas, Amerika dan Israel intens membahas cara-cara menggagalkan pemerintahan baru Palestina, menjatuhkan kepemimpinan Hamas, menggelar pemilu baru yg tidak lagi menyertakan Hamas sebagai peserta.

Setelah itu, berbagai praktik inteligen dilakukan untuk pelemahan kepemimpinan Hamas. Dimulai pada 28 Januari 2006, Israel menjatuhkan sanksi terhadap pejabat Hamas di pemerintahan termasuk wakil-wakilnya di PLC bepeegian antara Gaza dan Tepi Barat.

Sehari berikutnya, perdana menteri Israel, Ehud Olmert memutuskan transfer dana kepada pemerintahan Palestina sebagaimana yg ditransfer kepada pejabat Fatah. Termasuk menarik kembali dana US$ 50 juta untuk pembangunan infrastuktur Gaza.

Amerika dan Israel menyebut, transfer dana peelu dipotong kecuali Hamas beresedia membubarkan sayap militernya dan berhenti melakukan kampanye serta serangan terhadap Israel. Menlu Amerika, Condoleezza Rice menyatakan, negaranya tidak akan mendanai dan mendukung pemerintahan yg dikendalikan pejabat Hamas pro penghancuran Israel.

Berbagai upaya pencabutan dukungan tersebut bertujuan mendesak kepemimpinan Hamas kekurangan anggaran dan koneksi internasional. Menciptakan distabilitas politik dalam negeri. Setelahnya, Amerika dan Israel bisa leluasa mendorong Mahmoud Abbas menggelar pemilu baru untuk akhiri kepemimpinan Hamas.

Siasat licik Amerika dan Israel ini terungkap dalam catatan Tom Segev berjudul "Bay of Pigs in Gaza" di Ha'aretz pada April 2008.

Mengutip poin penting dalam memo percakapan yg ditinggalkan Konsul Jenderal Amerika di Yerusalem, Jale Walles di atas meja kerja Mahmoud Abbas, Tom Segev menuliskan, memo pembicaraan, menekan Abbas segera membatalkan hasil pemilu yg melambungkan Hamas ke tampuk kekuasaan.

Bagian menariknya, Amerika mendesak Abbas melenyapkan Hamas dengan kekerasan. Mengobarkan perang saudara antara Hamas dan Fatah. Amerika akan mendukung penuh Fatah untuk menang.

Pengakuan David Rose dalam catatan "Gaza Bombshell" yg diterbitkan Vanity Fair April 2008, menyebut, sebuah inisiatif rahasia yg disepkati presiden Bush telah dilaksanakan Menlu Condoleezza Rice dan wakil penasehat kemanan nasional Elliot Abrams untuk memprovokasi perang saudara Palestina antara Hamas dan Fatah.

Amerika mendanai Fatah dengan persenjataan canggih guna melengserkan Hamas yg terpilih secara demokratis dari tampuk kekuasaan.

David Wurmser yg mengundurkan diri sebagai penasehat Utama Amerika di Timur Tengah dalam catatan "Bush Menyetujui Rencana Untuk Menggulingkan Hamas" yg dimuat Washington Post pada 2008 menyebut, presiden Bush terlibat dalam permainan kotor untuk memberi kemenangan kepada kediktatoran korup yg dipimpin Mahmoud Abbas.

Ditegaskan Tom Segev dalam catatan " Teluk Babi di Gaza", bahwa memo Depertemen Luar Negeri Amerika yg tertinggal di Meja Kerja Mahmoud Abbas merinci gaji pelatihan dan pengadaan senjata kepada Fatah capai US$ 1,27 miliar selama 5 tahun.

Laporan Vanity Fair 2008, mengungkap pengakuan Wakil Penasehat kemanan Nasional Amerika, Elliot Abrams, beberapa hari setelah pemilu 2006 Palestina, Abraham menerima kunjungan sejumlah pengusaha Palestina di kantornya di Gedung Putih.

Mereka terlibat pembicaraan tentang rencana eksekusi kudeta keras terhadap pemerintahan Hamas yg baru terpilih. Termasuk distribusi senjata kepada Fatah yg dipasok Amerika. Abraham memastikan dukungan penuh Amerika. Mulai dari senjata, amunisi dan pelatihan untuk mendukung kemenangan Fatah ambil alih kekuasaan dari Hamas.

Saat Amerika realisasikan dukungannya, tentara Fatah dilatih selama 12 bulan di kamp Ramallah dan Jericho. Catatan "Perang Tidak Sopan Elliot Abrams" dalam forum konflik Amerika yg diarsipkan pada 21 Desember 2014 mencatat, alokasi dana Amerika pada periode itu capai US$ 86,4 juta untuk memasok senjata kepada pasukan Mahmoud Abbas itu.

Bersamaan dengan provokasi perang saudara Palestina, Israel melancarkan serangan pertama pada 25 Juni 2006. Pada 29 Juni Israel menangkap 8 menteri dan 28 anggota PLC serta pemimpin politik Hamas lainnya, termasuk Khaleed Mashal.

Hingga Agustus 2006, Israel telah menangkap 49 pejabat senior Hamas, termasuk 33 anggota parlemen. Semuanya ditahan dengan tuduhan mendukung gerakan terorisme serta kampanye pemusnahan terjadap Israel.

Sementara itu, perang saudara Fatah dan Hamas berdasarkan desain Amerika-Israel makin panas berkobar. Setelah berbulan-bulan terjadi kekacuan, Hamas dan Fatah menyepakati perundingan damai pada 8 Februari 2007.

Namun setelah Hamas mengambil alih Gaza pada 14 Juni, dengan bantuan Amerika dan Israel, Mahmoud Abbas secara sepihak membubarkan koalisi pemerintahan yg didirikan Hamas. Kemudian mengangkat Salam Fayyad sebagai perdana menteri gantikan Ismail Haniyeh. Dengan demikian berakhir lah kekuasaan dan Hak Hamas pimpin otoritas resmi Palestina.

Khaleed Mashal adalah salah satu tokoh pimpinan Hamas yg terlibat dalam dinamika rumit tersebut. Sumbangan pikiran politiknya, sukses pecundangi muslihat Amerika dan Israel membentuk pemerintahan otoritas Palestina pro Barat dan Israel.

Hingga ditangkap bersamaan pemimpin Hamas lainnya, Mashal konsisten menjalankan koalisi pemerintahan resmi Palestina dengan orientasi penghancuran Zionis Israel. Sekarang, Amerika dan Israel mungkin bisa menguasai Tepi Barat dan Yerusalem lewat PLO. Tapi kekuatan politik Hamas di Gaza tetap menjadi bagian yg mustahil diambil alih.

Mashal memiliki karakter dan komitmen yg sama seperti Sinwar dan Haniyeh. Bahwa kebijakan utama Amerika dan Israel di Timur Tengah, terutama di Palestina sangat munafik, tidak berpihak pada pelaksanaan demokrasi yg adil dan jujur. Kedua negara itu adalah cerminan musuh utama kemanusiaan.

Mashal memang memiliki pendekatan yg lebih lembut dibanding Sinwar. Hal ini memungkinkan keterbukaan negosiasi terkait para sandera. Namun jika situasi kemanan dan politik Gaza tetap memburuk, Mashal tidak akan segan menggunakan Sandera Israel sebagai alat memperkuat daya tawar politik Hamas.

Mashal adalah salah satu murid yg dibimbing langsung Ahmad Yasin. Mashal akan menjadi bukti kesalahan nalar Amerika dan Israel. Bahwa Kematian Sinwar akan melemahkan Hamas dan mempercepat penguasaan mereka terhadap Gaza adalah asumsi yg lucu.

Pada 2007 lalu, dalam catatan Jewish Chronicle, Mashal mengatakan: memang benar, pada 1967, PBB telah membagi satu tanah menjadi dua entitas, Palestina dan Israel. Ini adalah kenyataan. Tapi saya tidak akan menghadapinya dalam hal mengakui.

Pada Januari 2024 lalu, Mashal kembali muncul dengan komitmen menolak solusi dua negara. Ia juga menolak perdamaian dengan Israel. Dengan tegas menyerukan pemberantasan negara Israel sebagai satu-satunya solusi.

Kalimatnya yg terkenal adalah: "Dari sungai ke laut, oleh mahasiswa Amerika dan di Ibu Kota Eropa telah menghidupkan kembali mimpi itu, negara Palestina merdeka".

Sepeninggal Sinwar, Mashal menjadi pemimpin sementara Hamas. Informasi sementara dari Kairo dan Rafah, beliau calon kuat pengganti Sinwar.

Allah Merahmatimu ya Syaikh...

Baca juga :