Ketua Hakim PTUN Beralasan Sakit, Sidang Putusan Gugatan PDIP Ditunda Setelah Pelantikan Gibran

[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menunda sidang putusan gugatan PDIP setelah Gibran Rakabuming Raka dilantik menjadi Wakil Presiden (Wapres), 20 Oktober 2024. 

Sidang putusan yang harusnya digelar Kamis ini (10/10/2024) ditunda hingga Kamis (24/10/2024) dua pekan lagi. 

Sedangkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran digelar Minggu (20/10/2024).

Hakim Sahibur Rasid mengatakan, Ketua Majelis Hakim yang memutuskan perkara, Hakim Joko Setiono dalam kondisi sakit.

"Pembacaan putusan, oleh karena Hakim Ketua Majelis A.n. Bapak. Joko Setiono, SH., M.H. dalam keadaan sakit, maka agenda pembacaan putusan sengketa a quo ditunda dan ditetapkan kembali pada hari Kamis, tanggal 24 Oktober 2024, Jam 13.00 WIB," tulis Hakim Sahibur melalui e-court dikutip, Kamis (10/10/2024).

Lebih lanjut, Hakim Sahibur mengatakan sidang selanjutnya tetap dilaksanakan secara elektronik yang diikuti oleh para pihak tergugat PDIP, Tergugat KPU RI, Tergugat II Intervensi Prabowo-Gibran melalui daring.

Gugatan Keabsahan Cawapres Gibran

Sebelumnya diberitakan, Ketua Tim Kuasa Hukum PDIP, Gayus Lumbuun meyakini Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta berwenang untuk mengadili gugatan terhadap KPU RI terkait perbuatan melawan hukum pada Pilpres 2024.

"Sangat salah (jika PTUN tidak berwenang) karena kami bukan (mempersoalkan) hitungan suara, tetapi kami menggugat tindakan atau perbuatan orang melakukan atau tidak melakukan, itu konsep TUN kata Gayus ditemui usai sidang di PTUN Jakarta, Kamis.

Gayus menegaskan gugatan yang teregister dengan Nomor Perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT ini berbeda dengan gugatan sengketa pemilu yang ada di Mahkamah Konstitusi maupun di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

"Gugatan kami adalah perbuatan melawan hukum oleh penyelenggara (pemilu)," tegas Gayus.

Ia menjelaskan pihaknya mempersoalkan perbuatan melawan hukum saat KPU RI menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yakni perihal syarat usia calon presiden dan wakil presiden.

Ketika itu, imbuh dia, KPU tidak menaati Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang mengatur bahwa tindak lanjut atas putusan MK dilakukan oleh DPR atau Presiden.

"Ketua KPU yang lalu itu (Hasyim Asy’ari) mengirimkan keputusan (MK) itu atau permohonan agar dipakai sebagai peraturan sah ke Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Oleh Menkumham diarahkan kembali sebagaimana undang-undang, yaitu ke DPR," tuturnya.

Namun, menurut Gayus, KPU tetap saja tidak menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90 untuk diterjemahkan ke dalam Peraturan KPU melalui DPR terlebih dahulu.

"Inilah yang saya anggap sebagai pelanggaran hukum oleh penyelenggara negara dengan kewenangannya dan merugikan masyarakat karena tidak menaati undang-undang," ujar dia.

Pada perkara ini, PDIP meminta PTUN Jakarta menyatakan tindakan KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2024, sepanjang mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden merupakan perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).

Tindakan KPU yang dipersoalkan oleh PDIP, pada intinya, yaitu tidak menolak pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden peserta Pemilu 2024.

Dalam petitumnya, PDIP juga meminta agar PTUN mewajibkan KPU untuk tidak melakukan tindakan administrasi pemerintahan sepanjang berkaitan dengan kepentingan pelantikan Wakil Presiden Terpilih Periode 2024–2029 atas nama Rakabuming Raka.

Jika gugatan tersebut dikabulkan, imbuh Gayus, muncul kemungkinan hanya Prabowo Subianto yang dilantik sebagai Presiden RI 2024–2029, sementara wakil presidennya dipilih berdasarkan mekanisme di MPR.

"Bisa begitu, karena Pak Prabowo tidak ada cacat, tidak ada yang salah di Pak Prabowo. Tapi soal MPR, silakan, MPR ‘kan bukan punya pimpinan saja, MPR itu punya seluruh rakyat Indonesia," kata dia. (Inilah)
Baca juga :