Tidak pernah ada urusannya antara Nasab itu dengan DNA dalam Syariat Islam

𝐊𝐞𝐫𝐢𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐍𝐚𝐬𝐚𝐛 𝐇̣𝐚𝐛𝐚𝐢𝐛

Oleh: Arsyad Syahrial

Sebenarnya saya enggan membahas soal nasab ini, akan tetapi karena masih ada yang bertanya tentang apa pendapat saya, maka berikut pandangan saya tentangnya.

🔴 Pertama, nasab (نسب) itu di dalam Islam adalah berdasarkan catatan pernikahan, atau oleh orang Arab di masa lalu itu dihafalkan siapa menikahi siapa lalu siapa anak keturunannya. 

Sahabat yang terkenal pakar dalam perkara nasab adalah Khalifah Abū Bakr aṣ-Ṣiddīq رضي الله تعالى عنه dan putrinya, Ummul-Mu’minīn Aisyah رضي الله تعالى عنها.

Tidak pernah ada urusannya antara nasab itu dengan DNA dalam Syariat, karena walaupun anak hasil dari istri yang berzinā, namun jika suami sah itu tak melakukan liàn (sumpah suami yang menuduh istrinya berzina), maka nasab anak itu tetap kepada suami sah, bukan kepada si laki-laki yang menzinahi, sebagaimana kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

ٱلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ ٱلْحَجَرُ

“Anak itu milik ranjang (suami sah), dan bagi (laki-laki) pezinā adalah batu (kerugian).”

[HR al-Buḳōriyy no 6918, 7182; Muslim no 1457-8; Abū Dāwūd no 2273-4; at-Tirmiżiyy no 1157; an-Nasāiyy no 3482-6; Ibnu Mājah no 2006-7; Aḥmad no 168, 6964, 7436, 8642, 8934, 9639, 9767, 9989, 22965, 23827, 24464, 24808, 24899; ad-Dārimiyy no 2281-2].

🔴 Kedua, kalaupun ada yang melakukan pemalsuan nasab, maka itu adalah dosa pribadinya sendiri, sebagaimana kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

مَنِ ٱدَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ أَوِ ٱنْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيْهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ ٱللّٰـهِ وَٱلْمَلاَئِكَةِ وَٱلنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لاَ يَقْبَلُ ٱللّٰـهُ مِنْهُ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ صَرْفاً وَلاَ عَدْلاً

“Siapa saja yang mengaku berayah kepada selain ayah kandungnya, atau bersandar kepada yang bukan walīnya, maka laknat Allōh, juga para Malaikat, dan semua manusia menimpa mereka, dan pada hari Qiyāmat Allōh takkan menerima dari mereka, baik yang farḍu maupun yang sunnah.” 

[HR Muslim no 1370; at-Tirmiżiyy no 2127]

🔴 Ketiga, ketinggian nasab seseorang tidaklah berarti akan menolongnya apabila àmalannya tidak baik, sebagaimana kata Baginda Nabī ﷺ di dalam suatu riwayat:

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Siapa saja yang lamban àmalnya, maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya.”

[HR Muslim no 2699; Abū Dāwūd no 3643; at-Tirmiżiyy no 2945; Ibnu Mājah no 225; ad-Dārimiyy no 368].

🔴Adapun yang kita ingkari dari sebagian oknum yang mengaku "ḥabib" tersebut adalah kelakuan mereka yang menyebarkan takhayul – kebidàhan – khurofat serta tingkah laku mereka yang tak baik. Jadi ingkari saja perkara itu, tak perlu meributkan nasab mereka. Fokus kepada perbuatan, bukan nasab.

Baca juga :