Tahukah kalian, Madiun pernah jadi ibukota negara loh? Yes. Ibukota Negara Soviet Madiun.
Wah, panjang kalau mau diceritakan. Bisa jadi buku setebal 500 halaman. Kalian cari saja bukunya, baca sendiri. Tentu, namanya juga sejarah, ada banyak versi. Tergantung siapa yg cerita. Kalau yg cerita fans PKI, bisa2 mereka-lah yang merasa dizalimi.
Tapi intinya adalah: nafsu berkuasa. Sesimpel itu saja.
Tahun 1948, ada kelompok yang tersingkir dari pemerintahan Indonesia yg baru Merdeka. Mereka menuntut agar elit2 mereka tetap jadi menteri, dll. Tidak dipenuhi, mereka memberontak. Itulah yang dilakukan oleh PKI, dkk tahun tsb. Mereka membunuhi orang2. Tentara, ulama2, guru2, penduduk yg berseberangan. Lantas memproklamirkan Negara Soviet Madiun.
Tahun 1965, mereka ulangi lagi. Motifnya sama (nafsu berkuasa). Polanya sama.
Dalam setiap diskusi ttg sejarah Indonesia, detail Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 sepertinya enggan dan dihindari habis2an oleh kelompok tertentu. Termasuk yg ngaku paling ahli sejarah, punya website, blog sejarah, mereka mati2an tdk mau membahas detail kejadian ini.
Kenapa? Karena memang sadis dan menyakitkan. Tahun 90-an, masih gampang menemukan anak cucu korban keganasan masa lalu ini yg bisa bercerita dgn detail. Kalau tahun 2024, nampaknya sudah sibuk nonton Tik Tok, jadi tdk nyambung lagi. Yang tertinggal hanyalah prasasti.
Silahkan cari sendiri buku2 yg membahas sejarah ini, kalau kalian mau paham. Sy tdk sedang fokus ke detail kejadian tsb.
Nah, yg hendak sy bahas di sini adalah: nafsu berkuasa itu tadi.
Ketahuilah, nyaris mayoritas kekecauan di planet Bumi ini, karena elit2 lagi berebut kekuasaan. Siapa yang jadi korban saat ada sekelompok elit maksa banget pengen berkuasa? Rakyat banyak. Dan sedihnya, elit2 memang seringkali mengorbankan, mengatasnamakan rakyat demi ambisi tsb.
Dalam peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun, juga G30SPKI, buanyak korbannya. Karena saat dua front bertikai, orang2 di sekitarnya ikut jadi korban.
Saya pernah menulis kisah Fulan & Fulani di novel 'Kau Aku & Sepucuk Angpau Merah' (versi ebook yg lebih lengkap). Pasangan ini dulu anggota Lekra, mereka ikut Lekra bukan karena cinta komunis, mereka ikut, karena suka berkesenian saja. Kebetulan di dekat rumahnya ada organisasi itu. Saat pemberontakan meletus, mereka jelas ikut jadi korban. Apa salah pasangan ini? Wong dia cuma suka berkesenian.
Itulah realitasnya. Ulama2, santri2, penduduk mati dibantai PKI. Sebaliknya, orang2 tidak bersalah juga diamuk massa gara2 dikira anggota/simpatisan PKI. Paham? Dua sisi jadi korban. Dan selalu rakyat kecil yg paling menderita.
Dus, PKI adalah pelaku pemberontakan. Elit2nya, anggota mereka, tidak ada maaf bagi mereka. Tapi adalah fakta juga, banyak orang2 tdk bersalah yg ikut kena dampak. Atas orang2 ini, pemerintah wajib memulihkan hak2nya, nama baiknya, semuanya. Termasuk jika mau diberikan kompensasi. Termasuk korban yg dibantai PKI, mereka juga berhak dong dapat kompensasi. Biar fair gitu loh.
Hari ini, semua kejadian ini adalah sejarah.
Kamu mau berdiri di mana menatap sejarah ini? Terserah kamu. Mau belain PKI juga boleh. Tapi pahamilah baik2 my dear friend, kita itu boleh jadi hanya keset dari elit2 saat mereka berebut kekuasaan. Mereka sejak dulu hobi menggunakan agama, isme2, jualan kesederhanaan, sok peduli, memanfaatkan rakyat banyak. Dan saat mereka sudah duduk di atas sana, berkuasa, ehem, mana ingat mereka akan isme2 ini.
Sy punya Kawan, yg dulu selalu marah kalau Tere Liye bahas ttg komunis dan sosialisme. Kawan kita yg satu ini love sekebon dgn proletar. Tapi itu dulu. Hari ini dia menginap di hotel bintang lima dgn tarif 5-10 juta, naik pesawat kelas bisnis, yang semuanya dibayarin oleh rakyat. Masih dia jualan proletar? Masihlah. Dia sibuk bahas kemiskinan, pengangguran, di ruangan full AC, nyaman, dengan jam tangan milyaran. Sikut2an rebutan kekuasaan juga.
Buanyak orang2 ini. Jualan agama, isme2, kesederhanaan, dll. Pastikan kamu tidak tertipu dgn orang2 ini, dan lebih mendesak lagi, pastikan kamu tidak menambah daftar panjang orang2 model begini.
(By Tere Liye)