POLA INTERAKSI NABI DENGAN NASRANI
Sejak Muhammad ﷺ belum diangkat sebagai Nabi, interaksi dengan nasrani sudah terjadi.
Seorang pendeta bernama Buhaira berinteraksi dengan Muhammad ﷺ muda, di kota Bushra. Pendeta itu membenarkan tanda kenabian beliau.
Muhammad ﷺ remaja tidak balik membenarkan aqidah yang diyakini si pendeta.
Bebera jam setelah ayat pertama turun, Nabi ﷺ diajak bertemu paman Khadijah RA. Dia pendeta nasrani bernama Waroqoh. Pendeta itu membenarkan Islam.
Saat sebagian Sahabat Nabi mengungsi ke Abisyna, utusan kafir Quraisy meminta deportasi kepada raja Najasy yang nasrani.
Dalam kondisi terdesak itu, para Sahabat tidak lantas mencari "kesamaan" antara Al Quran dengan ayat-ayat Injil. Tetapi menyampaikan apa adanya, bahwa status Isa Al Masih adalah Rasul, bukan Tuhan.
Kala Rasulullah ﷺ mengirim surat kepada Kaisar Heraklius yang Kristen, beliau mengajaknya memeluk Islam. Bukan memuji Heraklius sebagai suri tauladan.
Saat para pembesar nasrani Najran datang ke Madinah menemui Nabi ﷺ, beliau tidak mencium kening mereka sembari mencari persamaan antara Islam dengan Kristen. Melainkan menunjukkan kebenaran apa adanya sampai menantang mereka Mubahalah.
Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah datang ilmu kepadamu, maka katakanlah (Wahai Nabi Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada para pendusta.” [QS Ali Imran: 61]
Itulah pola besar interaksi yang dicontohkan Nabi ﷺ kepada kita. Cukuplah itu saja sebagai teladan. Tak perlu yang lain.
© Doni Riw