Celah Gratifikasi Keluarga Jokowi dalam Penggunaan Jet Pribadi Kaesang Pangarep
◼KPK masih belum mengirim surat pemanggilan kepada putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, hingga Senin kemarin, 2 September 2024. KPK berencana memanggil Kaesang untuk ditanya soal dugaan gratifikasi dari penggunaan pesawat jet pribadi saat dia dan istrinya, Erina Gudono, melancong ke Amerika Serikat bulan lalu.
◼Juru bicara KPK, Tessa Mahardika, belum bisa memastikan pengiriman surat pemanggilan Kaesang. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan kesulitan mengetahui keberadaan Kaesang. “Belum ada info, masih proses,” kata Tessa ketika dihubungi Senin kemarin.
◼Dugaan penerimaan gratifikasi oleh Kaesang Pangarep itu mencuat pada akhir Agustus lalu. Dugaan tersebut muncul setelah Erina mengunggah video dan foto di media sosial Instagram. Unggahan itu memperlihatkan dia dan Kaesang sedang berada di dalam pesawat jet pribadi untuk berangkat ke Amerika Serikat. Saat itu Erina akan mengurus kuliah strata-2 di University of Pennsylvania.
◼Jet pribadi dengan nomor ekor N588SE yang digunakan Kaesang dan Erina itu milik Sea Limited atau yang dikenal juga dengan sebutan Sea Group. Perusahaan yang bermarkas di Singapura itu memiliki sejumlah unit usaha di Indonesia, seperti perusahaan pengembang game daring Garena dan perusahaan e-commerce Shopee.
Celah Korupsi
◼Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai keinginan KPK melakukan klarifikasi terhadap Kaesang Pangarep tidak tepat.
◼Seharusnya, menurut dia, KPK langsung menginvestigasi dugaan gratifikasi itu. Menurut dia, KPK bisa menelusuri dugaan yang sudah merebak luas di masyarakat tersebut tanpa harus menunggu laporan.
◼Zaenur menyatakan KPK seharusnya segera menelusuri siapa pemilik atau penyewa pesawat jet pribadi itu. Selain itu, KPK bisa menelisik hubungan pemilik atau penyewa dengan Kaesang serta keluarganya, Jokowi dan Gibran.
◼Meskipun Kaesang bukan penyelenggara negara, menurut dia, KPK tetap bisa mengusutnya.
◼Pasalnya, menurut Zaenur, praktik penerimaan gratifikasi secara tidak langsung sudah banyak terjadi. Penerima gratifikasi, menurut dia, bisa keluarga, kolega, kerabat jauh, atau orang lain.
“Nanti tinggal dicek apakah gratifikasi itu memiliki kaitan dengan jabatan orang tuanya sebagai penyelenggara negara atau tidak. Ada perdagangan pengaruh atau tidak?” kata Zaenur saat dihubungi kemarin.
◼Dosen Fakultas Hukum UII, Mudzakkir, sependapat dengan Zaenur. Dia menilai KPK memang tak akan bisa memproses Kaesang jika berpatokan pada posisinya yang bukan sebagai penyelenggara negara dan pegawai negeri.
◼Namun, menurut dia, KPK akan bisa memprosesnya jika menemukan hubungan antara pemberian gratifikasi itu dan posisi keluarganya sebagai penyelenggara negara.
◼Menurut dia, ada dua kemungkinan dalam kasus ini:
◼Pertama, kata dia, Kaesang sebagai anak pejabat meminta gratifikasi karena memanfaatkan pengaruh ayahnya. “Dalam bahasa korupsi, itu perdagangan pengaruh, dompleng pamor ayahnya untuk mempengaruhi orang memberi gratifikasi,” ucap Mudzakkir saat dihubungi secara terpisah.
◼Kemungkinan kedua, Kaesang menerima gratifikasi tanpa diminta, tapi patut dicurigai hal itu berhubungan dengan jabatan keluarganya. Dalam kemungkinan kedua ini, menurut dia, tidak mungkin pihak yang memberi gratifikasi tak mengetahui ayah dan kakak Kaesang. Karena itu, dia menilai pemberi semestinya tahu bahwa ada konflik kepentingan.
“Kalau ada hubungan dengan jabatan ayahnya, berarti menerima gratifikasi karena perdagangan pengaruh,” tuturnya.
Kasus Serupa
◼Mudzakkir menyatakan konstruksi hukum seperti ini pernah diterapkan KPK ketika menjerat Andi Zulkarnaen Anwar Mallarangeng alias Choel Mallarangeng.
◼Choel adalah adik Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng yang terlibat kasus korupsi pengadaan barang/jasa proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
◼Choel dituding menerima uang senilai Rp 7 miliar dari sejumlah pihak yang terlibat dalam proyek itu. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun memvonisnya 3,5 tahun penjara pada 6 Juli 2017.
“Adiknya itu dianggap melakukan perdagangan pengaruh karena Andi Mallarangeng dianggap membiarkan, maka tindakan mereka dihubungkan urusan jabatan,” tutur Mudzakkir.
◼Selain Mallarangeng bersaudara, kasus lain yang menjadi contoh perdagangan pengaruh adalah kasus Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
◼Politikus Partai NasDem itu dijerat KPK karena melakukan pemerasan dalam jabatan terhadap sejumlah pegawai di kementeriannya senilai Rp 44,5 miliar. Dalam persidangan terungkap keluarga SYL juga ikut meminta sejumlah uang kepada para pejabat Kementan.
◼Di dunia internasional, konstruksi hukum soal perdagangan pengaruh ini pun tengah menjadi perbincangan. Eks Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, menjadi tersangka karena dituding memanfaatkan posisinya untuk mencarikan menantunya pekerjaan di sebuah maskapai penerbangan. Moon disebut menunjuk seorang politikus yang juga pendiri maskapai itu duduk di sebuah jabatan penting agar menantunya mendapatkan posisi.
◼Dosen hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, juga sependapat bahwa keluarga penyelenggara negara bisa dijerat dengan gratifikasi. Dia mengatakan pertanggungjawaban terhadap seseorang yang bukan penyelenggara negara dapat dilakukan secara struktural. Kuncinya pada kasus ini perlu menelusuri langsung gratifikasi itu kepada Kaesang sebagai pintu awal, kemudian menelusuri lebih jauh kepada Jokowi dan Gibran.
◼Penggunaan jet pribadi milik seseorang oleh anggota keluarga penyelenggara negara, menurut Hibnu, patut dipertanyakan. KPK, kata dia, perlu menelusuri apakah penggunaan jet pribadi oleh Kaesang itu berhubungan dengan jabatan keluarganya. Jika pun tak ada hubungan, dia menilai hal itu bisa dianggap memiliki konflik kepentingan. “Ibu dari korupsi itu gratifikasi,” tuturnya saat dihubungi kemarin.
Dilaporkan ke KPK
◼Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, pun mengendus adanya konflik kepentingan dalam gratifikasi jet pribadi itu. Dia mengungkit soal kerja sama antara Shopee dan Pemerintah Kota Solo pada 23 April 2021. Saat itu PT Shopee Internasional Indonesia menandatangani perjanjian dengan Pemerintah Kota Solo untuk mendirikan kantor dan pusat permainan daring di atas lahan Pemkot Solo. Gibran Rakabuming Raka menjabat Wali Kota Solo kala itu.
◼Boyamin pun melaporkan masalah ini ke bagian pengaduan masyarakat KPK pada Rabu, 28 Agustus 2024. Dia melampirkan surat perjanjian kerja sama yang ditandatangani Gibran itu. Namun, menurut dia, KPK belum menindaklanjuti laporannya. “KPK belum ada respons sampai saat ini,” katanya saat dihubungi kemarin.
(Sumber: Koran TEMPO, Selasa, 3 September 2024)