Mencium Kepala Lele lebih baik daripada Mencium Kepala Paus

Sungguh miris melihat seorang Imām Masjid yang setiap harinya ia mengimāmi Shalat membaca:

وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

mencium kepala Paus.

Seakan ia melupakan apa kata para Ulama mufassir di dalam kitāb-kitāb tafsīr mereka tentang makna dari kalimat itu.

Adapun pertanyaannya bagi kaum Muslimīn, bagaimana menyikapi hal itu?

Hukumnya sudah jelas, yaitu: Allōh ﷻ‎ MELARANG hamba-hamba berīmān untuk mencintai orang-orang yang kāfir kepada Allōh & Rosul-Nya ﷺ‎.

Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِٱللّٰـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللّٰـهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

"Engkau (Nabi Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun mereka itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau kerabatnya."

[QS al-Mujādillah (58) ayat 22]

🚫AKAN TETAPI… Tidak mencintai orang-orang kāfir itu bukan lantas artinya boleh untuk berlaku semena-mena, boleh tidak àdil kepada mereka. Tidak.

Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

لَا يَنْهَاكُمُ ٱللّٰـهَ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ ٱللّٰـهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

[QS al-Mumtaḥah (60) ayat 8].

Bahkan berlaku àdil itu adalah kewajiban.

Kata Allōh di dalam firman-Nya:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا۟ ٱللّٰـهَ ۚ إِنَّ للّٰـهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak àdil. Berlaku àdillah, karena àdil itu lebih dekat kepada taqwa, dan bertaqwalah kepada Allōh. Sungguh-sungguh Allōh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

[QS al-Mā-idah (5) ayat 8].

Menẓōlimi orang kāfir itu mendapatkan ancaman dari Baginda Nabī ﷺ‎.

Kata Baginda Nabī ﷺ‎ di dalam sebuah riwayat:

أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهَدًا ، أَوْ ٱنْتَقَصَهُ ، أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ ، أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيْبِ نَفْسٍ ، فَأَنَا حَجِيْجُهُ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ

“Ketahuilah, siapa saja yang menẓōlimi seorang kāfir muȁhad (yang memiliki perjanjian perdamaian –pent), atau mengambil haknya, atau membebaninya di atas kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya tanpa keriḍōannya, maka aku adalah lawan bertikainya pada Hari Qiyāmat.” [HR Abu Dāwūd no 3052]

Bahkan memerangi mereka yang tidak memerangi kaum Muslimīn itu mendapat dosa yang sangat besar.
 
Kata Baginda Nabī ﷺ‎ di dalam sebuah riwayat:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ ٱلْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا

“Siapa saja yang membunuh kāfir muȁhad, maka ia takkan mencium bau Surga dan sesungguhnya bau Surga itu tercium dari perjalanan 40 tahun.”

[HR al-Buḳōriyy no 3166, 6914; an-Nasā-iyy no 4749; Ibnu Mājah no 2611, 2686-7; Aḥmad no 6457, 22047].

KECINTAAN DAN BERBUAT BAIK ITU BERBEDA

- Kecintaan seorang Muslim hanyalah kepada orang-orang yang berīmān, akan tetapi berbuat baik diperbolehkan kepada siapa saja.

- Adalah dua persoalan ini (mencintai dan berbuat baik) yang seringkali disalahpahami. Seakan kalau berbuat baik maka harus karena cinta, padahal berbuat baik bukan berarti mencintai. Begitu pula sebaliknya, tidak mencintai bukan berarti lantas boleh berlaku ẓōlim.

- Bekerjasama dan tolong menolong dengan orang kāfir itu tidak dilarang, akan tetapi ada syaratnya yaitu: ketaqwaan dan kebajikan.

Kata Allōh ﷻ‎ di dalam firman-Nya:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan, dan janganlah tolong-menolong di dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

[QS al-Mā-idah (5) ayat 2].

- Kalau tidak dalam rangka ketaqwaan dan kebajikan, maka ya tidak boleh tolong menolong.

Maka sekarang timbang saja, apa perlunya Paus ceramah di Masjid? Apa perlunya orang-orang yang mengaku Muslim hadir di Gereja ketika orang Naṣrōnī berìbādah dipimpin Paus?

Marilah kita berpikir dengan àql sehat & hati nurani dengan kerangka Syariat yang Allōh ﷻ‎ turunkan kepada Rosūlullōh ﷺ‎.

هَدَانَا ٱللهُ وَإِيَّاكُمُ أَجْمَعِينَ

(Arsyad Syahrial)

Baca juga :