Oleh: Made Supriatma
Foto ini saya ambil di dekat rumah saya. Saat itu, beberapa hari setelah Pangeran Pisang menjadi ketua Partai piSang Indonesia, balihonya muncul dimana-mana. Di seluruh Indonesia! Kabaranya aparat hantu ikut membantu memasangnya.
Di kota saya ini, baliho semacam ini bisa dijumpai dimana-mana. Tidak saja di daerah perkotaan, tapi juga di desa-desa. Saya masih ingat ketika bersepeda di wilayah Republik Rakyat Bantul, kira-kira ada 20an baliho di jalan sepanjang 1 kilo meter, selang seling kiri dan kanan.
Setahu saya, setiap baliho harus bayar pajak. Tidak peduli baliho kampanye. Saya sempat tanyakan itu kepada orang yang bekerja di sekitar dinas pendapatan daerah. Jawabnya? Tentu saja tidak!
Ia melenggang persis seperti turun dari pesawat pribadi dan membawa bertas-tas tas mewah (redudancy intented!).
Namun untuk lebih adil, saya juga diberitahu bahwa bukan hanya dia yang melakukan. Hampir semua politisi melanggar aturan soal pajak ini. Dan di negeri ini, hal yang sedemikain itu dianggap normal. Orang tidak mau susah-susah mikir toh tidak ada dampaknya terhadap hidup mereka.
Sebagian persoalan di negeri ini memang dibikin para elit. Namun bagian terbesar, menurut saya, dibuat oleh para warganya sendiri. Oleh apatisme yang membuat para elit berbuat apa saya. Oleh fatalisme, yang membuat menyerah sebelum melakukan apa-apa. Oleh sinisme, yang meragukan semua tindakan altruistik sebagai perpanjangan kepentingan pribadi.
Bulan Oktober tahun lalu, ketika foto ini saya ambil, orang sama sekali tidak ambil pusing akan tingkah Pangeran Pisang dan partainya. Pun orang tidak ambil pusing dengan keluarganya yang mau mengambil apa saja yang bisa diambil, menguasai apa saja yang bisa dikuasai.
Hingga akhirnya mereka tersentak. Hidup ternyata makin susah. Sementara untuk mereka hidup baru saja mulai mewah!
Ingatan kita pendek. Dan, kemalasan kita untuk menuntut apa yang adil dan terbaik untuk negeri ini amatlah panjang!
*sumber: fb penulis