Dear HRD, Direksi, siapapun kalian yang mau wawancara karyawan baru, termasuk BPIP, lembaga paling pancasila banget:
1. Sebenci apapun kalian ke Islam, maka jangan bodoh.
2. Adalah bodoh orang-orang yang saat wawancara bertanya: 'Jika diterima apakah bersedia lepas jilbab?'
3. Adalah bodoh orang-orang yang seleksi, ngasih surat pernyataan bermaterai, maksa calon yg diterima buat ttd: 'Bersedia lepas jilbab jika diterima'
Kenapa bodoh? Duh, jika kamu memang tidak suka dengan jilbab, benci banget dengan Islam, langsung kamu coret saja. Tidak usah diinterview. Tidak usah dipanggil seleksi. Silahkan diam-diam cari yang cocok saja dengan maunya kamu. Boleh kok. Toh praktek diskriminatif begini masih banyak. Dan aman-aman saja jadinya, tidak viral.
Zaman sudah modern begini, kalian masiiih saja begini pola pikirnya. Bisa nggak kalian nyontoh Tere Liye? Nyombong dikit loh ya, walaupun cuma penulis fiksi, novel 'Kau Aku & Sepucuk Angpau Merah' saya rilis saat IMLEK. Buku ini penuh keragaman suku bangsa.
Tahu film Hafalan Shalat Delisa? Pemeran anaknya bukan Islam. Padahal itu ceritanya tentang shalat. Tahu Thomas? Dia China tulen, orang tuanya, opa-omanya, China semua. Tahu serial dunia paralel? Bahkan tdk hanya suku bangsa di Bumi, termasuk suku bangsa di klan-klan nun jauh di sana, ada Ceros, ada Abuhah, dll, dsbgnya. Seru sekali nulis cerita dgn beragam suku bangsa.
Apa susahnya sih hal-hal begini dilakukan? Saling menghormati.
Kamu tuh tega banget sampai segitunya. BPIP misalnya, lembaga yg ngaku paling Pancasila, eeeh maksa calon Paskibraka teken surat bermaterai bersedia lepas jilbab.
Ya Rabbi, orang-orang ini pola pikirnya kenapa sih? Orang-orang mau pakai jilbab, silahkan, jika itu menurut keyakinannya. Pun orang-orang yg tdk mau pakai jilbab (di sekolah2 umum, lembaga2 umum), juga tidak perlu dipaksa pakai. Simpel toh?
(By Tere Liye)
*gambar di atas adalah surat dari dokter di RS Medistra yg memutuskan mundur gara2 proses wawancara RS ini. biasanya sih, kalau sdh viral begini, orang2 ini minta maaf semua. entah di hatinya, betulan legowo, atau masih memendam benci.