Harga Diri Seorang Muslim Di Hadapan Orang Kafir

Harga Diri Seorang Muslim Di Hadapan Orang Kafir

Oleh : Muhammad Atim

Miris! Ketika ada orang Islam merunduk-runduk di hadapan orang kafir. Bahkan mencium tangan dan mengecup keningnya, bak ulama besar yang memiliki jasa besar untuk umat. Bahkan dilakukan oleh "tokoh", dan bahkan oleh orang yang punya jabatan dan kekuasaan, bahkan dalam bidang keagamaan, di negeri besar yang mayoritas muslim ini.

Dimanakah harga diri/izzah sebagai muslim, sebagai orang beriman, sebagai bangsa besar yang mayoritas muslim, sebagai negeri muslim terbesar?

Ini bukan soal toleransi dan menghormati tamu. Kita sudah sangat paham dan terbiasa dengan hal itu. Bahkan telah membuktikannya, puluhan bahkan ratusan tahun. Hidup berdampingan dengan non-muslim, dengan penuh toleransi, rukun dan tidak saling mengganggu.

Bertoleransi bukan berarti harus menghilangkan harga diri di hadapan non-muslim. Apalagi dengan ikut-ikutan dalam acara mereka. Bahkan dengan mencampuradukkan ritual keagamaan. Sudah bias dan tidak lagi jelas batas-batas identitas sebagai muslim. Ini jelas merongrong akidah. Padahal, yang paling berharga bagi muslim adalah akidah dan imannya. Karena hal tersebutlah ia diposisikan mulia dan diangkat derajatnya oleh Allah. Bermuamalah itu boleh dengan siapapun, termasuk dengan orang kafir. Tapi ada kewajiban yang paling utama yang jangan dilupakan, yaitu menjaga akidah, baik diri, keluarga dan umat secara keseluruhan. Inilah yang harusnya menjadi prioritas utama. Sebagai orang Islam, tokoh, pemangku jabatan, penguasa dan pemimpin.

Kita ini mulia dengan keislaman kita, janganlah melunturkan, dengan sadar ataupun tidak, kemuliaan kita ini

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

"Janganlah kalian merasa hina, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, padahal kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman" (QS. Ali Imran : 139).

Kita perlu belajar lagi tentang izzah/harga diri bagi seorang muslim.

Ketika kaum muslimin masih minoritas. Rongrongan jahat orang-orang kafir yang dahsyat. Penyiksaan-penyiksaan yang kejam terhadap kaum muslimin terus dilancarkan. Orang-orang kafir itu memberikan tawaran agar berkompromi saja, agar "bertoleransi" saja. "Sudahlah, kamu ikut agama kami setahun, dan kami ikut agama kamu setahun." Apa jawaban Nabi Muhammad saw? Ketika itu-lah turun surat Al-Kafirun.

"Katakanlah, wahai orang-orang kafir! Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah. Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah. Bagi kalian agama kalian, dan bagiku agamaku." (QS. Al-Kafirun : 1-6). (Tafsir Ibnu Katsir, 8/507, At-Rahiqul Makhtm, 103-104).

Tidak ada kompromi dalam masalah agama!

Rasulullah saw tidak pernah menghinakan diri dan menampakkan kelemahan di hadapan orang kafir. Kerena itulah sikap mukmin sejati.

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Maidah : 54).

Misalnya, di antara hikmah syariat berlari-lari kecil (roml) saat thawaf, adalah untuk menampakkan kekuatan di hadapan orang kafir. Karena ketika beliau dan para sahabat pertama kali melaksanakan umroh pada umroh Qadha tahun 7 H, orang-orang kafir menyangka bahwa kaum muslimin adalah orang-orang lemah yang terkena demam Madinah, mereka melihat-lihatnya di atas bukit. Sebagaimana disebutkan dalam hadits  :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ إِنَّهُ يَقْدَمُ عَلَيْكُمْ وَفْدٌ وَهَنَهُمْ حُمَّى يَثْرِبَ وَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَرْمُلُوا الْأَشْوَاطَ الثَّلَاثَةَ وَأَنْ يَمْشُوا مَا بَيْنَ الرُّكْنَيْنِ وَلَمْ يَمْنَعْهُ أَنْ يَأْمُرَهُمْ أَنْ يَرْمُلُوا الْأَشْوَاطَ كُلَّهَا إِلَّا الْإِبْقَاءُ عَلَيْهِمْ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَزَادَ ابْنُ سَلَمَةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَامِهِ الَّذِي اسْتَأْمَنَ قَالَ ارْمُلُوا لِيَرَى الْمُشْرِكُونَ قُوَّتَهُمْ وَالْمُشْرِكُونَ مِنْ قِبَلِ قُعَيْقِعَانَ

Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma, ia berkata, ketika Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya tiba di (Makkah), kaum musyrikin mencemooh, "Telah datang kepada kalian para utusan yang "Lembek" karena flu Yatsrib (Madinah), maka Nabi ﷺ perintahkan para sahabat agar berlari-lari kecil ketika melakukan tiga putaran tawaf pertama dan agar mereka berjalan diantara dua rukun yamani. Tak ada yang menghalangi beliau untuk menyuruh mereka berlari dalam semua putaran selain karena kasih sayang beliau kepada mereka."

Kata Abu Abdullah, Ibnu Salamah menambahkan dari Ayyub dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas katanya, ketika Nabi ﷺ tiba pada tahun berikutnya, yang telah beliau minta jaminan keamanannya, beliau bersabda, "Berlarilah kalian agar orang musyrik melihat kekuatan kalian." Dan ketika itu kaum musyrikin berada di suatu lokasi yang namanya Quaiqi'an. (HR. Bukhari, no. 4256).

Bilal bin Rabbah radhiyallahu 'anhu, sang budak hitam, yang kemudian namanya menjadi mulia karena menerima Islam. Ketika masih berada di bawah kekuasaan tuan Umayah bin Kholaf. Ia disiksa mati-matian. Lehernya diseret dan dipermainkan dengan ikatan bagaikan kambing oleh anak-anak. Sampai di padang pasir dengan panas yang sangat memuncak. Ia dipaksa untuk mengucapkan tuhan-tuhan palsu berhala, Latta, Uza, Manat.... Sambil pukulan-pukulan cambuk yang terus mendarat di tubuhnya. Yang keluar dari mulutnya hanya kalimat, Ahad...Ahad...Ahad... Bahkan ketika batu besar itu menindih tubuhnya. Ia merintih kesakitan sambil mengeluarkan suara, Ahad...Ahad....Ahad... Allah Maha Esa. (Lihat Ar-Rahiqul Makhtum, hal. 84-85).

Para sahabat itu terus mempertahankan keyakinan Allah yang maha Ahad. Meski penyiksaan-penyiksaan luar biasa mengerikan. Hingga gugurlah syahidah pertama, Sumayah ibunya Ammar. Yang kemudian disusul oleh suaminya, Yassir. Kecuali hanya Ammar saja yang sudah tak kuat lagi. Ia terpaksa menuruti permintaan mereka agar mencaci maki Nabi Muhammad saw dan mengatakan hal-hal baik tentang Latta dan Uzza. Tetapi ia sangat bersedih dan menyesal. Segera ia memohon ampun dan meminta maaf kepada Nabi Muhammad saw. Hingga Allah pun mengampuninya dengan menurunkan ayat, "Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tentram dengan keimanan." (QS. An-Nahl: 106). (Lihat Ar-Rahiqul Makhtum, hal. 85).

Bahkan, penyiksaan-penyiksaan yang berat itu memaksa kaum muslimin untuk mencari perlindungan ke tempat lain. Di saat mencari perlindungan pun, kaum muslimin sangat kuat memegang harga diri keislamannya. Di hadapan raja Najasyi, seorang pemeluk kristen, kaum muslimin sama sekali tidak menjilatnya, tidak memuji-muji agamanya. Sama sekali tidak. Bahkan ketika ditanya perihal Nabi Isa as. Dengan tegas Ja'far bin Abi Thalib membacakan surat Maryam yang berisi bahwa Isa as hanyalah seorang hamba dan utusan Allah, dia bukan anak tuhan. Hingga sang raja pun mencucurkan air matanya karena kagum terhadap yang dibacakan. Karena ia mengakui kebenaran yang disampaikan. Hingga sang raja pun membela kaum muslimin. Hingga akhirnya sang raja pun memeluk Islam. Ketika itulah Allah Azza wa Jalla memuji kebaikan dan kecintaan mereka kepada kaum muslimin seperti dalam surat Al-Maidah ayat 82 sampai 85. (Lihat Ar-Rahiqul Makhtum, hal. 94-95).

Itulah sikap para sahabat yang memegang kuat izzah sebagai orang beriman.

Pernah suatu ketika di hadapan orang-orang persia pada perang Qadisiyah. Ketika itu Rustum, panglima pasukan Persia di Qadisiyah, meminta kepada Sa'ad bin Abi Waqqas radhiyallahu 'anhu, panglima kaum muslimin, untuk mengirimkan beberapa orang menghadapnya. Di antaranya adalah Rib'i bin Amir radhiyallahu 'anhu. Di hadapan kemegahan istana mereka, Rib'i sama sekali tidak bergeming. Tidak pula membungkukkan kepala ataupun badan. Dengan pakaiannya yang sederhana dan senjata yang ia tengteng, ia berjalan tegak menghadap raja. Ketika ia disuruh untuk meletakkan senjatanya ia menjawab, "Sesungguhnya aku tidak mau datang kepada kalian, hanya saja aku datang kepada kalian karena kalian mengundangku. Biarkan aku seperti ini, atau kalau tidak aku akan kembali!  Rustum pun membiarkannya, hingga tombaknya yang menyeret lantai, merobekkan permadani yang megah itu.Ketika Rustum menanyakan apa yang ia bawa, ia menjawab :

اللَّهُ ابْتَعَثْنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ، وَمِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا إِلَى سِعَتِهَا، وَمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ الْإِسْلَامِ

"Allah mengutus kami untuk mengeluarkan orang yang Dia kehendaki dari penyembahan kepada makhluk kepada penyembahan kepada Allah, dari sempitnya dunia menuju keluasannya, dari kezhaliman agama-agama kepada adilnya Islam." (Al-Bidayah wan Nihayah, 7/39).

Jika kita berusaha memegang teguh sikap harga diri (izzah) kita sebagai orang beriman, tentu Allah 'Azza wa Jalla akan mengangkat derajat kita. Namun sebaliknya, jika kita merendahkan diri kita di hadapan orang-orang kafir, maka tentu Allah akan menginakan kita. Wal 'iyadzu billah.(*)
Baca juga :