Gereja di atas Puing Masjid
Oleh: Arif Wibowo
Dalam satu makalah kecil tentang gereja St. Paul kita menemui maklumat bahwa gereja tersebut dan juga Benteng Melaka (Mallaca Fort) dibangun di atas masjid dan kuburan lama Muslim yang dimusnahkan oleh para penakluk Portugis. Hal tersebut ditegaskan Graham Irwin dalam makalah beliau “Mallaca Fort”.
“a disregard for Muslim suceptibilities was typical of the time, the Christian Portuguese erected their fortress on the ruins of the Great Mosque of Malacca and contructed it, in part at least, out of stone taken from a hill where lay the graves of former Malay Sultanes.”
(“Pengabaian terhadap perasaan umat Islam merupakan ciri khas pada masa itu, orang-orang Kristen Portugis mendirikan benteng mereka di atas reruntuhan Masjid Agung Malaka dan membangunnya, setidaknya sebagian, dari batu yang diambil dari sebuah bukit tempat makam para Sultan Melayu terdahulu berada.”)
Batu-batu yang digunakan dalam pembangunan gereja dan benteng tersebut adalah batu-batu nisan sultan-sultan Melayu Muslim yang amat tua. Perampasan dan pemusnahan kuburan-kuburan Islam dan masjid-masjid dilaksanakan oleh orang Portugis secara sengaja untuk menghapuskan peradaban Islam dan menghilangkan setiap tulisan berhuruf Arab, setiap sebutan tentang Islam dari ingatan rakyat-rakyat setempat.
Para ilmuwan Malaysia yaitu Dr. Othman Moh. Yatimdan Abdul Halim Nasir dalam buku mereka yang bertajuk “Epigrafi Islam terawal di Nusantara” menegaskan bahwa pada tahun 1511 orang Portugis merampas istana Sultan Melaka, memusnahkan Masjid Jami' Utama yaitu Masjid Agung Melaka (di tepi pantai Sengei Melaka) dan tanah pekuburan sultan-sultan Melaka di depan kaki gunung Bukit Melaka (nama modern ialah Bukit St. Paul).
Sekiranya kompleks makam Diraja Melaka itu tidak dibongkar oleh Portugis, sudah pasti kita dapat melihat ratusan malah ribuan batu nisan bertulis di kawasan makam itu. Di situ terdapat makam yang penting dari segi sejarah seperti makam Sultan Melaka, makam ulama, mubaligh Islam dan juga maka pembesar Melayu Melaka sejak akhir abad ke-14 hingga abad ke -16. Musnahnya kompleks makam diraja Melaka di kaki Bukit Melaka tersebut merupakan suatu kerugian besar terhadap khazanah kebudayaan Melayu yang berteraskan agama Islam.
Tatiana A. Denisova, Sumber Historiografi di Alam Melayu, Koleksi Peribadi John Bastin, (Kuala Lumpur : Perpustakaan Negara Malaysia, 2011) hal. 134 – 136.