Ada Pengusaha Omzet Milyaran ingin bangun Pesantren plus Wirausaha, niatnya bagus, tapi ada yang keliru cara berfikirnya

Oleh: Ustadz Ihsanul Faruqi

Beberapa waktu lalu, dalam sebuah pelatihan aku ketemu dengan seorang pengusaha besar. Beliau punya beberapa pabrik dengan beberapa jenis usaha. 

Berdasarkan yang kudengar, omset usahanya bernilai milyaran/bulan. Bagusnya, beliau punya semangat keislaman yang tinggi dan berencana untuk untuk membuat pondok pesantren tahfizh-wirausaha.

Gak bagusnya beliau ngomong kurang lebih begini, "Saya ingin membuat pesantren wirausaha agar nanti santri-santri yang lulus punya skill mencari nafkah bukan cuma mengandalkan amplop ceramah. Saya sangat tidak suka kalau ada ustadz yang menggantungkan hidupnya dari amplop." 

Aku bilang tidak bagus karena diksi yang beliau pake terkesan merendahkan ditambah dengan nada sinis (pakai banget).

Kalau pake sisi husnuzhan tentu saja bisa. Beliau berkata demikian karena berangkat semangat kemandirian ekonomi ummat Islam terutama di kalangan para da'inya. 

Namun jika pandangan beliau dipakai secara saklek, tentu saja bermasalah. Karena sebagaimana yang kita tahu banyak dari pengajar/dai itu gak punya skill bisnis dan waktu mereka sudah habis untuk mutalaah, murajaah, dan mengajar.

Adapun kalau ingin mencari sosok semacam Imam Abu Hanifah dan Abdullah ibnul Mubarak, ulama juga pengusaha sukses, itu terhitung sangat langka sepanjang zaman.

Mungkin kalau dibalik, beliau yang pengusaha apakah juga sempat belajar mendalam ajaran agama hingga kita juga harus mengatakan, "Saya sangat gak suka dengan pengusaha yang cuma pintar bisnis tapi gak paham ushul fiqh, tafsir, nahwu sharaf.......dst."

Maka yang menjadi keniscayaan adalah kolaborasi antara da'i dan pengusaha untuk bersama meninggikan kalimatullah.

اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همنا ولا مبلغ علمنا...ولا تجعل معيشتنا من دعوتنا

(*)
Baca juga :