Dalam dua pekan terakhir, intensitas eskalasi militer di Gaza kelihatannya mulai menurun, meskipun perlawanan para pejuang di Gaza masih berlanjut dan setiap harinya belasan warga sipil yang menjadi shuhada masih ada.
Israel mulai mengarahkan pelurunya ke perbatasan Suriah dan perbatasan Lebanon.
Menhan Israel, Yoav Gallant, secara terang-terangan mengancam akan “meng-Gaza-kan” Lebanon. Sejauh ini, bukan hanya ancaman, namun pasukan Israel sudah mulai di-deploy ke wilayah utara yang berbatasan dengan Suriah dan Lebanon.
Namun demikian, meskipun eskalasi di Gaza menurun, setidaknya ada 3 insiden yang signifikan dalam konteks konflik ini, yaitu: Serangan rudal balistik Yaman ke Israel, serangan Israel ke Misyaf di Suriah, dan serangan pager di Lebanon.
Pertama, pada tanggal 15 September, kelompok Houthi Yaman melancarkan serangan ke Israel menggunakan rudal balistik “hypersonic” long-range surface-to-surface, Palestine 2, yang menempuh jarak lebih dari 2000 km dalam waktu kurang dari 15 menit.
Rudal Palestine 2 memang tidak memakan korban, dan “jatuh” di dekat rel kereta api yang tidak jauh dari airport Ben Gurion. Secara militer, mungkin tidak ada dampak signifikan, tetapi secara strategis, Yaman merupakan pihak pertama yang berani menembaki Israel dengan rudal sejauh itu.
Sebelumnya kelompok Houthi juga pernah menyerang Tel Aviv dengan drone yang menyebabkan Israel ngamuk dan menyerang pelabuhan Hudeidah di Yaman dengan menggunakan sekitar 20 unit pesawat tempur jenis F-35I "Adir" dan F-15. Setelah serangan itu, Netanyahu mengatakan kepada semua pihak yang ingin main-main dengan Israel, “Whoever needs a reminder of this, is invited to visit the port of Hodeidah” (“Siapa pun yang membutuhkan pengingat tentang ini, diundang untuk mengunjungi pelabuhan Hodeidah”).
Kedua, serangan Israel ke kota Misyaf di Suriah yang katanya menargetkan sebuah fasilitas militer yang diklaim oleh intelijen AS dan Israel sebagai tempat pembuatan rudal presisi medium-range oleh Iran dan Hizbullah di Suriah.
Serangan ke Misyaf bukan hal baru, sejak 2017 Israel sudah sering menyerang Scientific Studies and Research Centre yang ada di kota itu. Namun yang menarik adalah kisah dibalik serangan itu. Tapi tidak perlu kita bahas disini.
Ketiga, ledakan pager dan walky talky di seluruh Lebanon yang diduga digunakan oleh operative Hizbullah yang melukai lebih dari 3000 orang, dan menewaskan lebih dari 30 orang, termasuk 2 anak kecil.
Secara resmi, Israel membantah berada di balik aksi terorisme itu. Namun penyelidikan awal semua bukti menjurus ke Israel, mulai dari perusahaan BAC Consulting di Budapest yang memproduksi pager sampai sejumlah komentar dari media Israel. Namun demikian, seperti mukaddimah dalam awal film Mission Impossible, “they will just disavowed any knowledge of our actions” (“Mereka akan menyangkal mengetahui tindakan kami”.).
Bagaimana cara meledakkan walki talki ataupun pager? Edward Snowden saja ikutan bingung, namun dia yakin ada chips yang ditanam dan diledakkan dengan detonator dengan cara tertentu. Apapun itu, yang pasti seperti kata tetangga, “once you are connected to, you're compromised!” (“Begitu Anda terhubung, Anda telah disusupi!”)
Bayangkan, pager saja yang kata orang alat komunikasi yang hanya dipakai oleh old-school dinosaurs, masih bisa dikontrol dari jauh oleh pembuatnya, bagaimana dengan pesawat tempur atau kapal selam yang canggih! You do math! Pas mau perang, tiba-tiba pesawat tempur mati sendiri.
Seorang sahabat mantan petempur Taliban pernah mengatakan, “setelah AS keluar dari Afghanistan, kami menyita banyak MANPADS (rudal pertahanan udara portabel), tapi ketika mau kami gunakan, semuanya terkunci, tidak ada yang bisa memuntahkan peluru!”
Aksi Israel di Suriah dan Lebanon terakhir merupakan bagian dari reaksi pemerintah Israel atas desakan politik dan publik dalam negeri yang menuntut penghentian perang dan pemulangan tawanan-tawanan yang saat ini berada di tangan pejuang Palestina di Gaza. Kemarahan publik Israel semakin menjadi setelah tewasnya beberapa tawanan Israel di Gaza akibat serangan Israel sendiri.
Dalam hal ini, Israel ingin memprovokasi Suriah dan Lebanon untuk membalas dalam skala besar, sehingga ada alasan bagi Israel untuk menyerang Lebanon dan mengatakan, “…we had to defend ourselves…” (“…kami harus membela diri…”).
Rahimallah yang meninggal, dan Allah berikan kesembuhan bagi yang terluka...amin.
(Penulis: Saief Alemdar)