*dari fb: Arham Rasyid
Lagi viral di kota kami, seorang anak hilang dari pondok pesantren selama 6 bulan. Hilang tanpa jejak. Berbagai spekulasi merebak.
Ada yang komentar, anak santri putra ini kemungkinan sudah dihabisi karena berulah, kemudian pihak pondok menutupi. Ada juga yang menduga disembunyikan jin. Macam-macam lah.
Anak ini konon tergolong problematik.
Saat baru tiga hari hilang, pihak pondok sudah gak heran, dianggap balik sendiri ke rumahnya. Karena tabiat anak ini memang seperti itu.
Nah, tapi di sinilah kekeliruan pondok. Tiga hari hilang, baru konfirmasi ke orang tua santri. Bukan pada hari pertama. Jadi wajar juga kalo orang tua keberatan.
Dalam masa pencarian itu, berbagai hal sudah terjadi. Nama baik pondok jadi bulan-bulanan. Bahkan disegel oleh warga. Dirusak dengan coret-coretan di dindingnya, pintunya, dll. Aktivitas belajar pun terpaksa terhenti. Vakum selama santri yang hilang belum ketemu.
Orang tua santri, didampingi aktivis, beberapa kali melakukan aksi, hingga demo di depan Polda, bahkan konon laporannya sudah sampai ke Komnas HAM. Menuntut pondok ditutup, Kapolres dicopot, dll. Heboh lah pokoknya. Kasus ini viral se-daerah kami.
Qadarullah, anak santri yang hilang ini akhirnya ditemukan kemarin (4/8/2024) di salah satu masjid di pelosok. Menurut pengakuannya pada polisi, ia disekap dalam ruang pengap dan gelap selama 6 bulan, tanpa boleh keluar kamar. Ada beberapa orang yang berganti-gantian mengantarkannya makanan.
Dari video pengakuan yang beredar, sudah bisa ditebak, anak ini ngarang bebas. Mimik dan gestur gak bisa bohong. Jawaban-jawabannya ke polisi juga gak sopan.
Fakta pun terkuak. Anak ini ternyata numpang di rumah seorang pemulung, mengaku sudah gak punya orang tua.
Pemulung yang dimaksud, saat ini sudah diamankan kepolisian untuk diminta keterangan.
Anak ini jadi benalu selama 6 bulan. Kerjanya hanya makan, tidur, dan main game pake hape kepunyaan si bapak pemulung.
Jarang keluar rumah, bahkan sekalipun gak pernah membantu si pemulung bekerja. Kalo paket data habis, ia menangis minta diisikan. Jajan pun minta duit ke bapak pemulung. Si bapak juga iba, dan sudah menganggapnya seperti anak sendiri, tanpa tau berita kalo anak ini sedang rame dicari. Setidaknya begitu kesaksian warga di TKP.
Apa hendak dikata. Pondok pesantren sudah disegel. Entah bagaimana mengembalikan nama baik.
Pihak pondok, orang tua santri lainnya yang kehilangan tempat belajar anak, pemerintah setempat, hingga kepolisian, dibuat repot oleh ulah seorang anak problematik.
Orang tua santri sebenarnya gak sepenuhnya salah. Kita pun pasti heboh kalo kehilangan anak selama 6 bulan. Tapi yang paling perlu disalahkan adalah mindset. Mindset kebanyakan dari kita, bahwa pondok pesantren adalah tempat "rehabilitasi" anak bermasalah, bahkan anggapan sebagai tempat "pembuangan" anak-anak yang susah diatur di sekolah reguler.
Anak seperti ini jangan dibebankan ke orang lain. Mestinya didik sendiri, karena hanya orang tua yang paham kecenderungan dan kondisi kejiwaan terdalam anak-anak.
Cari tau bakat dan skillnya di mana. Berusaha sambil terus didoakan. Pasti ada saja jalan.
Jangan pula biarkan terjun ke dunia politik. Escape from pesantren selama 6 bulan tanpa terlacak ini luar biasa. Bisa jadi bibit Harun masiku.
*credit foto : kendari info