Orangtua sebaiknya jangan memanggil anak dengan sebutan “Anak Shalihku” atau “Anak Hebatnya Mama”, ini alasannya...


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
 
Banyak yang bertanya, melalui komentar di facebook, instagram maupun komunikasi pribadi, mengapa orangtua sebaiknya tidak memanggil anak dengan sebutan “Anak Shalihku” atau “Anak Hebatnya Mama” atau “Semestanya Ayah-Bunda” dan sejenis itu? Secara sederhana, sebaik-baik perkataan, yakni Al-Qur’anul Karim, justru mengajarkan hal yang sebaliknya. 
Sangat banyak contoh yang menarik untuk dibahas beserta faidahnya, salah satu di antaranya adalah panggilan dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada putranya, Isma’il ‘alaihissalaam. Ini sekedar contoh saja.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ۝١٠٢
Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai Anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” (QS. Ash-Shaffat, 37: 102).
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memanggil putranya dengan “يٰبُنَيَّ” dan bukan “يا ابني”. Sama-sama bermakna “Wahai Anakku”, tetapi panggilan Ya Bunayya memiliki kedalaman makna; kedalaman rasa bahasa yang lebih kuat menonjol aspek kasih-sayang.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bukan memanggil dengan sebutan “Oh, Anak Shalihnya Papa” atau sejenis dengan itu. Tetapi beliau mendo’akan putranya menjadi anak yang shalih sebagaimana kita dapati pada dua ayat sebelumnya:
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ۝١٠٠
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang shalih.”

Baca juga :