Orang Saudi dan Jilbab
Saya pernah menjadi juru ketik seorang Kiyai yang sangat dihormati di kampung saya. Beliau yang waktu itu juga dosen bahasa Arab di LIPIA Jakarta, maka yang saya ketik pun lebih sering bertulisan Arab. Komputer yang beliau punya dahulu operating sistemnya bernama Shakr.
Atas kemahiran saya itu, maka waktu saya bekerja di Arab Saudi, saya sering mendapat tawaran mengajar privat di luar jam kerja saya. Waktu malam hari tentunya. Tawaran mengajar privat komputer itu macam-macam. Ada yang hanya mengajarkan aplikasi office, internet (dulu internet masih baru) dan aplikasi komputer lainnya. Namun ada juga yang minta diajarkan tentang komputer secara teknis detil.
Tawaran mengajar bisa datang dari saudaranya teman, familynya atasan, atau dari kabar satu ke kabar lainnya. Dan tentunya mereka semua orang Saudi.
Untuk aplikasi office, hampir semua yang saya ajarkan adalah perempuan. Karena privat, ya saya datang ke rumah mereka. Inilah pengalaman saya,
1. Mengajar seorang perempuan remaja keponakan dari atasan saya, selama saya mengajar, walaupun menggunakan abaya, namun dia tidak pernah menggunakan jilbabnya, atau penutup rambut sekalipun. Saat saya tanya mengapa dia tidak menggunakan jilbab, jawabnya enteng, "gak apa-apa, karena kamu orang Indonesia".
2. Mengajar putri dari seorang Jenderal yang masih family dari teman sekantor saya. Mungkin karena pendidikannya sejak kecil di Amerika, ya selama belajar sering menggunakan pakaian ala gadis amerika. Saat saya tanya mengapa kalau di luar rumah sangat tertutup tapi didalam rumah begitu terbuka padahal ada saya? jawabnya enteng, "karena kamu orang Indonesia..".
3. Akhirnya, ada juga murid saya yang masih keluarga kerajaan. Ameerah Maha binti Salman bin Sultan Al-Saud. (saat ini, prince Salman bin Sultan adalah Gubernur Kota Madinah). Waktu itu Princes Maha baru usia 14 tahun. Untuk menuju rumah utama, dari gerbang masuk saya dijemput oleh pengawal dengan mobil. Namun pernah satu kali princes Maha sendiri yang menjemput saya. Karena dari gerbang ke tujuan sekitar 3 menit maka ada waktu saya untuk tanya-tanya. Salah satu pertanyaan saya sama, yaitu mengapa dia berpakaian bebas terbuka padahal ada saya? jawabnya juga enteng, "apakah ada yang salah dengan cara berpakaian saya..?", "apalagi adanya cuma kamu orang Indonesia..".
Walaupun cerita lain masih banyak, namun saya cukupkan 3 saja cerita pengalaman saya. Dan ini sudah mewakili.
Ketika revolusi kebebasan di Saudi yang salah satunya meniadakan lagi peran Polisi Syariat, maka kita akan melihat betapa banyak gadis atau perempuan Saudi yang sudah tidak mengenakan jilbab lagi. Atau bagi yang masih malu-malu, mereka hanya menggunakan kerudung tipis namun rambutnya masih jelas dapat kita lihat. Akhirnya timbul pertanyaan dalam hati saya. Apakah menggunakan jilbab bagi wanita Saudi itu dari kewajiban agama, peraturan negara atau hanya kebiasaan sejak kecil..?
Saya tidak mau mencari-cari jawaban apalagi menyimpulkan. Silahkan kita berimajinasi sendiri-sendiri. 🙂
Di negara kita fenomena yang sama juga ada, berjilbab karena sekolahnya islam, atau karena lebih modis dan cantik dengan jilbab, bukan karena itu adalah kewajiban agama, maka ketika dibenturkan oleh kepetingan yang lebih "menguntungkan", maka dengan mudah jilbab pun bisa ditanggalkan...
Salam.
(Hartono Subirto)
(fb)