Kebodohan Ruwaibidoh Bicara HAMAS dan Hubungan Internasional

𝐑𝐮𝐰𝐚𝐢𝐛𝐢𝐝̣𝐨𝐡 𝐁𝐢𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐇𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈𝐧𝐭𝐞𝐫𝐧𝐚𝐬𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥

Oleh: Arsyad Syahrial

Membaca postingan sebagaimana terlampir dari seseakun PENDAKU Salafiyy sekte Kokohiyyūn ini saya asli ketawa ngakak…

Bagaimana tidak…?

Seseakun ini begitu sotoy bicara perkara international relations & politics. Gayanya macam professor doktor pakar HI, tetapi kentara sekali cupet wawasan dan minim literasinya. 🥴

Sayangnya akunnya dikunci, jadi tak bisa dikomentari selain oleh friend list-nya. Maka sanggahan atas postingannya itu saya tulis di sini saja.

So, langsung saja:

Pertama-tama, jelas oknum ini tak paham bahwa dalam hubungan internasional itu ada terminologi "state actor" dan "non-state actor". "State actor" jelas, yaitu: negara berikut pemerintahannya. Sedangkan "non-state actor" itu secara harfiahnya "pemain" non-negara tetapi sangat powerful sehingga bisa "memaksa" state actor untuk mengakui, bernegosiasi, bahkan berperang melawan non-state actor tersebut.

Contoh dari non-state actor itu adalah:
- Hizbullah di Lebanon.
- GAM sewaktu berunding dengan Pemerintah RI (atas inisiatif JK) di Helsinki tahun 2005,
- Ṭōliban sebelum berhasil merebut kembali Afghanistan di tahun 2021,
- Kartel Narkoba di Amerika Latin semisal: Los Zetas, Sinaloa, Medellin, Cali.

Semua itu dikategorikan non-state actor. Nah sampai di sini apa dapat dipahami? Kalau iya maka bisa lanjut diskusinya… namun kalau tak mengerti, atau tak mau mengerti, and still stubborn with own's opinion, ya saya stop saja karena percuma, kayak ngomong sama tembok… 😴

So I assume that ybs paham, jadi saya lanjutkan ya… 😅

Adapun istolah "OrMas", maka itu istilah lokal di Nusantara. So jangan bawa-bawa istilah lokal deh untuk diskusi perkara beginian, malu-maluin tauk…?!? 🙈

Jangan dipikir Ḥ4M4S itu sama dengan BanSer yang demennya main cosplay ya? Jangan…! Karena lagi-lagi hal itu malu-maluin, tauk…?!? 🙈

FYI, pemimpin yang sah dari Palestinian Authority itu seharusnya adalah Ḥ4M4S. Iya karena Ḥ4M4S adalah sebagai pemenang pemilu pada tanggal 25 January 2006 yang diadakan untuk memilih Palestinian Legislative Council (PLC), yaitu "dewan legislasi" dari Palestinian National Authority (PNA). Hasilnya, Ḥ4M4S meraih 44,45% suara (74 dari 132 kursi), sedangkan Fatah hanya meraih 41,43% suara (45 dari 132 kursi). Jadi seharusnya adalah Ismā-ȉl Haniyah atau Ḳōlid Maṡàl lah yang menjadi President Palestina, bukan si Maḥmūd Àbbās.

Maḥmūd Àbbās dengan Fataḥ (PNLM) lah melakukan coup d'état (kudeta) terhadap Ḥ4M4S. Beruntung saja itu si Maḥmūd Àbbās karena didukung sama koloni pemukim illegal Yahūdi Zionist Isra-Hell dan negara-negara barat, sehingga dianggap sebagai presiden yang sah.

Sampai di sini kelihatan kan kekonyolan tulisannya? Benar-benar minim literasi, tak paham kronologi sejarah, dan tak memiliki perspektif yang jelas. Akibatnya seseakun itu tak akan bisa untuk tidak dianggap tolol.

Well, masih lumayan dikatain tolol daripada dianggap sebagai tissue ceboknya Yahūdi Zionist… 🤮

Lanjut, for all the above mentioned reasons, Ḥ4M4S itu sah memerintah di Palestina, bukan cuma di Ġazzah, dan sah pula disebut "negara" karena memiliki:
- Wilayah, yaitu: Ġazzah.
- Rakyat, yaitu: bangsa Filasṭīn yang ada di Ġazzah, dan
- Perangkat organisasi pemerintahan, yaitu: Ḥ4M4S.

Paham sampai di sini bahwa Ḥ4M4S itu sudah cukup untuk dikategorikan sebagai pemerintahan suatu negara, ya? Plus Ḥ4M4S adalah pemenang sah Pemilu 2006 – jangan sekali-kali melupakan fakta ini, sebab inilah pangkal balanya! Iya, Ḥ4M4S itu pemenang pemilu, akan tetapi Fataḥ dan sekutunya tak mau mengakuinya.

Tapi kan Ḥ4M4S itu tak diakui oleh dunia internasional? Bla… bla… bla…

Hallo hallo Banduuung… 🖐️😀

Pernah dengar ada negara namanya "North Cyprus"?

Kalau enggak pernah, ya sudah… I rest my case… diskusi sulit dilanjutkan karena keterbatasan intelektualitas yang akut… 😝

Eh, tapi saya lanjutin saja lah… kali-kali aja Allōh ﷻ kasih hidayah membuka cakrawala pemikirannya… atau paling tidak buat teman-teman friend list & follower akun saya… 😁

Jadi begini, North Cyprus itu adalah negara yang tak ada negara lain yang mengakuinya selain dari Türkiye. Yet, North Cyprus itu tetap sebuah negara karena punya wilayah, punya rakyat, dan punya perangkat organisasi pemerintahan.

Oya, North Cyprus itu bukan anomali, sebab ada "Somaliland", ada "Republik Demokratik Arab Sahrawi" (al-Jumhūrīyyah al-Àrobiyyah aṣ-Ṣoḥrōwīyyah ad-Dīmuqrōṭīyyah). Bahkan Ṭōlibān (atau yang sekarang dikenal dengan nama: "Imarat Islam Afghanistan") pun sampai saat ini tidak banyak yang mengakuinya.

Oya, jangan lupa kalau Republik Indonesia itu waktu baru-baru awal merdeka, tidak ada yang mengakui sebagai negara. Adalah Mesir dan Palestina (yang ketika itu bernama "Mandatory Palestine") sebagai negara yang pertama-tama secara resmi mengakui Republik Indonesia.

Di dunia ini ada banyak negara yang masih perlu pengakuan internasional, akan tetapi mereka tak peduli, jalan terus. So what gituloh…??? 😤

In a nutshell, Ḥ4M4S itu sah memerintah di Ġazzah. Adapun bagi negara-negara lain yang tak mengakui Ḥ4M4S, maka Ḥ4M4S itu dikategorikan sebagai "non-state actor".

Oh iya, Republik Indonesia juga tak mengakui negara Israel loh. Kalau sempat punya paspor di Dekade 80an atau sebelumnya, maka itu ada cap: "Tidak berlaku untuk Israel" di Paspor RI. FYI sampai sekarang pun sebenarnya Paspor RI itu tak berlaku untuk Isra-Hell dan Taiwan. Iya, itu karena RI tak mengakui keduanya sebagai negara. So bagi Pemerintah RI, Isra-Hell & Taiwan itu adalah "non state actor".

BTW, RI tak sendirian dalam hal tak mengakui Isra-Hell, karena ada 28 negara anggota PBB yang tak mengakui juga, yaitu:
- 15 negara anggota Liga Àrab (Aljazair, Comoros, Djibouti, Iraq, Kuwait, Lebanon, Libya, Mauritania, Oman, Qoṭr, Àrab Suȕdiyyah, Somalia, Suriyah, Tunisia, Yaman),
- 10 negara non-Àrab anggota Organisation of Islamic Cooperation (Afghanistan, Bangladesh, Brunei, Indonesia, Iran, Malaysia, Maldives, Mali, Niger, dan Pakistan), serta
- 3 negara lain (Cuba, Korea Utara, dan Venezuela).

Sebelumnya ada Uni Emirat Àrab dan Bahrain juga yang tak mengakui Isra-Hell, akan tetapi mereka menormalisasi hubungan dengan Isra-Hell dengan menandatangani Abraham Accords pada tahun 2022.

Kalau beberapa waktu lalu kita dengar JK berusaha memediasi Ḥ4M4S dengan Isra-Hell (namun sayangnya Ismā-ȉl Haniyah wafat diboenoeh… susah deh menduga kelanjutannya bagaimana), maka pertanyaannya adalah: kenapa JK dan beberapa negara Àrab sebelumnya juga berusaha untuk memediasi (setidaknya untuk at least ceasefire dulu lah)?

Ya karena walaupun belum dianggap sebagai "state actor", Ḥ4M4S itu adalah non-state actor yang very-very powerful.

Bagaimana tidak?

Begundal koloni pemukim illegal Yahūdi Zionist Isra-Hell yang katanya salah tentara paling kuat di dunia, yang didukung sama Amrik, Inggris, Jerman, dlsb itu sejak Oktober 2023 belum berhasil mengalahkannya. Padahal sudah menjatuhkan 70.000 Ton bom (jauh di atas jumlah bom yang dijatuhkan semasa Perang Dunia II di Dresden, Hamburg, dan London digabung!).

Lagipula, Isra-Hell pun statusnya sama bagi mayoritas negara-negara Àrab, yaitu "non-state actor". Jadi kalaupun ada perundingan, it's between 2 "non-state actors".

Demikian, semoga paham dan nggak sotoy lagi berbicara di luar kapasitasnya. 

(fb)
________________________

Tambahan Tanggapan dari Ustadz Anshari Taslim:

Pakai diksi: "kita jawab"
Tapi jawabannya malah ngawur menunjukkan dia tak paham politik internasional dna hukum internasional, juga hukum fikih berkenaan dgn daulah dan jihad.

Masalah Palestina itu bukan masalah HAMAS atau PLO (Abbas) sendiri, tapi masalah seluruh kaum muslimin, berpedoman pada hukum fikih di mana bila ada satu negeri muslim diserang dan dikuasai musuh maka wajiblah seluruh kaum muslimin di tempat itu untuk melawan, kalau tidak mampu maka kewajiban fardhu 'ain bagi negeri tetangganya. Ini adalah ijma' ulama.

Kemudian dia katakan yang berkuasa di Palestina itu Presiden Mahmud Abbas. Maka menunjukkan orang ini buta sejarah. Abbas kehilangan kekuasaan di Gaza sejak PLO kalah pemilu, lalu mereka berusaha mengkudeta Haniyah sebagai perdana menteri dan mereka kalah, sehingga mereka terusir dari Gaza dan hanya tinggal di Tepi Barat. Jadi, penguasa Gaza tetap HAMAS dgn Ismail Haniyah sebagai pimpinan alias waliyyul amrinya.

Membantu persenjataan itu bukan masalah hirarki, apa dia buta bahwa Saudi pernah bantu milisi FSA (Mujahidin penentang Assad) di Syria, padahal itu bukan negara hanya ormas bersenjata?

Tuh lihat Iran kenapa dia bisa bantu senjata kepada Houtsi (di Yaman) padahal Houtsi hanya ormas, secara hirarki kan yg jadi penguasa Yaman adalah Manshur Hadi, lalu apa nasib Manshur Hadi sekarang?

Kemudian, HAMAS maupun pihak pejuang di Palestina tidak pernah pula minta bantuan persenjataan sevulgar itu.

Dia tidak paham bahwa masalah Palestina itu bukan semata masalah senjata tapi masalah dukungan politik.

Sejak masa Raja Fahd maupun Raja Abdullah HAMAS itu ada kantor di Saudi bahkan di Mekkah. Dan para aktivis HAMAS dimuliakan di sana, baru berubah setelah era MBS dan menganggap mereka teroris atas desakan Amerika.

Pertanyaannya kenapa yg tadinya berkawan malah diusir dgn tuduhan teroris padahal sebelumnya bersekutu bahkan jadi pelindung? Itu yg tak dipahami oleh Saudara Dihyah ini.

Menyerahkan urusan negara ke Mahmud Abbas?
Berarti dia tak mengikuti perkembangan perlawanan di Palestina dan tak tahu bagaimana sepak terjang Abbas sampai tidak disukai rakyatnya sendiri.

Sekarang saja bangsanya dibantai, Abbas hampir tak bersuara bahkan tak berani mengutuk Isra-hell.

Semua pemerintahan Abbas itu di bawah kendali Isra-hell makanya tak mampu berbuat apapun ketika Zionis menggusur pemukiman warga di Tepi Barat.

Berkolaborasi dgn musuh Islam?
Entah apa yang dia maksud kolaborasi di sini. Apa mungkin seperti kolaborasi Arab Saudi dengan Amerika ketika menyerang Irak yang menyebabkan tewasnya puluhan ribau warga Irak yg kebanyakan sunni?

HAMAS secara politik tidak berkolaborasi dalam artinya sejajar, mereka tetap jadi pemegang kendali, dan justru mereka berada di Qatar, dan Turki bahkan Malaysia yg menerima mereka, bukan hanya Iran.

Sikap yang diingkari para ulama mana? Mereka (HAMAS) punya Dewan Ulama dan juga didukung oleh Liga Ulama Internasional dalam perjuangannya. Tapi karena Dihyah ini memang lebih banyak jahilnya daripada tahunya masalah perpolitikan Palestina makanya jadi belepotan begini.

Pertanyaan paling mendasar bagi Dihyah Abdussalam ini, kenapa Qatar dan Turki bisa menampung para petinggi HAMAS, tapi kenapa Saudi tidak? Yang diminta oleh HAMAS itu dukungan politik, bukan persenjataan. Jadi tidak benar semua hirarki yg anda sebut itu. toh Qatar dan Turki bisa kok.

(Anshari Taslim)

--------------

Tambahan dari Kang Irvan Noviandana:




Baca juga :