JOKOWI-PRABOWO KARTEL "KOTAK KOSONG"
Oleh: Faisal Lohy
Setelah sukses memenangkan pertarungan Pilpres 2024 lalu, Jokowi dan Prabowo kembali berlaga sebagai pemimpin kartel politik jalankan skenario "kotak kosong" di Pilkada Jakarta 2024.
Menggerakan kekuatan Koalisi Indonesia Maju (KIM), keduanya berakrobat menjegal pencalonan Anies dan mengusung Ridwan Kamil sebagai satu-satunya calon di Jakarta tanpa kompetitor.
Setelah Ridwan kamil menang lawan kotak kosong, selanjutnya akan dipasangkan Kaesang, Anak Jokowi sebagai wakil Gubernur Jakarta.
Sejauh ini, Jokowi dan Prabowo, lewat proxy-nya di lapangan, bermanuver melakukan intimidasi dan negosiasi transaksional dengan sejumlah partai non-KIM, terutama PKS, PKB dan Nasdem untuk membatalkan pencalonan Anies.
Polanya sama, selain menjanjikan sejumlah kompensasi, mereka juga mengancam petinggi partai menggunakan kasus hukum. Satu per satu partai pendukung Anies digergaji Jokowi dan Prabowo.
Upaya keduanya, pelan-pelan menemui kesuksesan. PKS yg tadinya telah mendeklarasikan Anies berpasangan dengan Sohibul Iman (AMAN), berbalik arah. PKS melepehkan Anies dengan mengarang alasan berbasis syarat yg tidak pernah dibuat bersama Anies.
PKS mengatakan, kami balik badan dari Anies, lantaran gagal memenuhi syarat: datangkan partai koalisi dalam tempo 40 hari, berakhir 4 Agustus.
Berikutnya PKB, skenario preman adu domba dimainkan. Kekuatan Muhaimin Iskandar sebagai ketum yg sejak awal menyatakan kesiapan mengusung Anies, digoyang lewat skenario konflik PKB vs PBNU.
Kaki-tangan Muhaminin dikunci. Diancam bernasib sama menyusul Airlangga yg baru dilengserkan dari kursi ketum Golkar jika Muhaimin tidak menyerahkan PKB ke dalam KIM untuk mengusung Ridwan Kamil.
Apa yg dilakukan Muhaimain, awalnya melawan, makin ke sini, makin loyo, hilang nyali, meredup. Barangkali dia cemas, kasus "Kardus Duren" dihembuskan lagi.
Sementara, lewat tangan Yahya Staquf, PBNU diarahkan menggoyang kekuasaan Muhaimin lewat desakan ambil alih PKB ke PBNU. Jika sukses, Muahaimin terhempas.
Langkah PKB menyusul PKS balik badan dari Anies, kini mulai terlihat tanda-tandanya. Kalimat terbaru dari DPP PKB, Ahmad Iman Sukri mengatakan, soal dukungan kepada Anies, PKB mengikuti keputusan PKS.
Jika PKS benar-benar batal, mak PKB juga batal dukung Anies. Dikarenakan jumlah kursi PKB tidak cukup jika harus mencalonkan Anies tanpa berkoalisi dengan PKS.
Sesuai Parlementary Threshold 20%, Pilkada Jakarta membutuhkan 22 kursi. Sementara kursi PKB hanya 10. Harus berkoalisi dengan PKS (18 kursi) agar bisa memenuhi syarat pencalonan Anies.
Selain dengan PKS, masih ada opsi PKB berkoalisi dengan PDIP. Tapi apakah Jokowi dan Prabowo akan membiarkan hal itu terjadi? Tentu saja tidak !!
Indikasi Jokowi dan Prabowo telah mengunci PKB nampak pada deklarasi DPP PKB pada Senin 12 Agustus kemarin. Ketika ditanya soal kemungkinan koalisi dengan PDIP, DPP PKB menyatakan, sejauh ini belum ada pembicaraan. Kemungkinan akan sulit karena prioritas koalisi kedua partai sedang disiapkan untuk pilkada Jawa Timur bukan Pilkada Jakarta.
Saat ini PKB tengah melakukan komunikasi intens ke kubu KIM yg dikendalikan Jokowi dan Prabowo. Ketika ditanya akan mendukung siapa saat balik badan dari Anies, Ahmad Iman Sukri menjawab, PKB mendukung sesorang yg berinisial 'R'.
Apakah yg dimaksud Ridwan sebagaimana yg diusung KIM Ridwan Kamil? Entahlah. Waktu akan menjawab.
Sementara Nasdem juga diancam lewat kasus hukum. Wakil bendahara umum Nasdem, Hanan Supangkat terseret kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo (mantan mentan) yg tengah diproses di KPK.
Ancaman ini, belakangan membuat Nasdem nampak inkonsistensi terhadap Anies. Sebelumnya, pada 22 Juli Lalu, Nasdem mendeklarasikan dukungan terhadap Anies. Belakangan ketika dikonfirmasi, DPP Nasdem menyebut, kepastian dukungan ke Anies, bergantung pada 'dewa dewa'.
Lalau bagaimana dengan PDIP? Apakah Megawati akan membiarkan Jokowi dan Prabowo sukses memasang skenario kotak kosong untuk menangkan Ridwan Kamil?
Tentu saja tidak !! Tapi apakah Megawati punya kekuatan membatalkannya ?
Bisa saja PDIP mengusung Anies. Tapi tidak bisa sendiri karena kursinya hanya 14. Mau berkoalisi dengan partai apa. Hanya tersisa PPP dan Perindo yg sejauh ini jauh dari radar intimidasi Jokowi dan Prabowo. Karena masing-masing hanya punya 1 kursi di Jakarta. 15 + 2 = 17. Masih kurang dari syarat 22 kursi.
Syahwat politik Jokowi sangat tinggi untuk melanjutkan eksistensi dinasti keluarganya ke depan. Apapun dilakukan, cara preman, menyandera, intimidasi, semua dilakukan layaknya orang kesurupan yg udah hilang malu.
Di satu sisi, jika benar-benar upaya menggembosi semua partai sehingga batal mencalonkan Anies berjalan sukses, rakyat akan melihat kotornya permainan Jokowi menyalin pilkada Jakarta ke dalam pengahancuran demokrasi yg masif. Hak rakyat ikuti pemilu, digergaji skenario kotak kosong untuk suksesi ambisi politik pribadi.
Dalam hal skenario kotak kosong, Jokowi dan Prabowo satu kepentingan. Bukan hanya soal mewujudkan kemenangan Ridwan Kamil agar bisa dipasangkan dengan Kaesang, anak Jokowi saja. Melainkan juga soal kepentingan Prabowo dan Gerindra pada pilkada di Jawa Barat.
Ditariknya Ridwan Kamil dari Jawa Barat ke Jakarta akan memuluskan Deddy Mulyadi, Kader Gerindra menduduki kursi Gubernur Jawa Barat. Selain itu, dengan gagalnya Anies di Jakarta akan membuatnya kehilangan panggung politik selama 5 tahun ke depan. Dengannya akan memberikan efek pelemaham terhadap Anies menjadi kompetitor Prabowo dalam kontestasi pilpres di periode kedua 2029 mendatang.
Tampaknya Kaesang udah benar-benar siap menemani Ridwan Kamil sebagai Wakil Gubernur Jakarta. Sikap percaya diri itu ditampilkan saat dirinya berkunjung ke PKB dan PKS. Tersenyum sambil berbicara dengan tata retorika yg terdengan lucu dan menggemaskan, layaknya anak SMP.
Semoga skenario kotak kosong, tidak terjadi. Terutama Nasdem, PKS dan PKB agar kembali sadar, melawan intimidasi dan janji kompensasi Jokowi dan Prabowo sehingga Anies bisa terpilih di Jakarta.
Tidak ada manfaat berlebih jika Anies kembali terpilih sebagai Gubernur Jakarta. Tapi paling tidak, hal itu bisa menggugurkan dominasi dinasti keluarga Jokowi yg terhormat di Jakarta. Sudah sangat meresahkan, menyusahkan rakyat banyak.
(*)