Catatan Agustinus Edy Kristianto:
Kabarnya, ojol akan demo besar-besaran hari ini (29 Agustus 2024) menuntut legalitas status ketenagakerjaan dan keadilan tarif.
Saya bersimpati dan mendukung.
Catatan saya:
1. Menurut rilis yang beredar, demo bakal diikuti 1.000 ojol. Jumlah itu relatif sedikit (hanya 0,04%) jika dibandingkan dengan klaim GOTO yang terdapat total (seperti tertera di Prospektus per 30 September 2021), 2,5 juta mitra pengemudi;
2. Legalitas status ketenagakerjaan---dalam hal ini sebagai karyawan---untuk mitra pengemudi adalah NERAKA buat GOTO. Dalam ekosistem bisnis mereka, mitra pengemudi (ojol) statusnya adalah PELANGGAN---sama dengan konsumen dan pedagang. Ojol bergerak di segmen on-demand services. Jika ojol diklasifikasikan selayaknya karyawan maka aplikator akan mengeluarkan biaya tambahan yang signifikan untuk kompensasi, termasuk biaya wajib sebagaimana UU Ketenagakerjaan, seperti upah minimum, lembur, waktu istirahat, tunjangan karyawan, iuran jaminan sosial, pajak, denda...
3. Mengapa pendapatan ojol terus ditekan, karena biaya yang dibayarkan konsumen ke ojol berkurang. Kenapa berkurang, salah satu faktornya adalah promosi untuk konsumen. Mengapa harus promosi, karena aplikasi butuh akuisisi pengguna baru dan layanan berulang. Awalnya aplikator sediakan subsidi tapi lama-lama boncos juga. Perusahaan juga butuh profit dari persentase tertentu dari tarif yang dibayarkan konsumen ke ojol;
4. Sejauh mana kemungkinan tuntutan ojol dipenuhi (legalitas status ketenagakerjaan dan pendapatan tinggi)? Berat! Logika bisnis perusahaan model GOTO dkk tidak memberikan ruang untuk itu. Ingat, GOTO, misalnya, adalah perusahaan yang rugi sejak didirikan, masih rugi sampai sekarang, dan dalam prospektus tidak bisa menjamin keuntungan di masa depan. Menurut Laporan Keuangan TW II 2024, akumulasi rugi GOTO sebesar Rp211,65 triliun dan rugi periode berjalan Rp2,87 triliun. Apa mungkin perusahaan rugi begini mau gali kubur sendiri dengan mengabulkan tuntutan kesejahteraan ojol? Yang ada malah dianggap take it or leave it, sebab masih banyak pengangguran yang mau jadi mitra;
5. Mengapa pemerintah tidak turun tangan menolong? Sudah! Pemerintah melalui Kementerian BUMN yang merupakan pengendali BUMN Telkom melalui anak usahanya Telkomsel sudah mengucurkan total Rp6,4 triliun pada 2020-2021 untuk 'menolong' GOTO. Cara 'menolongnya' adalah dengan membeli saham perusahaan yang salah satu pemiliknya adalah kakak Menteri BUMN Erick Thohir, yaitu Garibaldi Thohir, itu seharga Rp266 (pembulatan Rp270)/lembar yang saat ini harganya anjlok ke Rp51 (penutupan 28 Agustus 2024). Dengan demikian, alih-alih menolong ojol, Telkomsel malah rugi 80,8% setara Rp5,1 triliun! Saya berkali-kali teriak soal dugaan konflik kepentingan yang mengarah tipikor dalam transaksi Telkomsel-GOTO itu;
6. Jika GOTO rugi, ojol menjerit, BUMN Telkom juga amsyong... siapa yang untung? Terserah diakui atau tidak tapi faktanya adalah menurut prospektusnya sendiri, sekira setelah Telkomsel mengucurkan Rp6,4 triliun, per 14 Oktober 2021, terdapat transaksi pembelian kembali saham pra-IPO sebanyak 10,2 miliar lembar senilai Rp1,79 triliun. Saham-saham yang dibeli balik itu antara lain milik Northstar Pacific Investasi, Bright Foods, GJK Holding dll (lihat lampiran). Northstar adalah private equity yang didirikan oleh Patrick Walujo (kini CEO GOTO), menantu TP. Rachmat. Diduga kuat sebagian dana Telkomsel digunakan untuk membeli saham pemilik lama GOTO. (Baca: https://www.facebook.com/share/p/vitCJ42txW8iRWZc/?mibextid=xfxF2i)
7. Ke depan bagaimana nasib ojol? Berat! Logika bisnis aplikasi begituan tidak menempatkan kesejahteraan ojol sebagai prioritas. Segmen on-demand services adalah capek dan bakar duit, lokapasar/ecommerce milik GOTO yakni Tokopedia sudah dikuasai Tiktok, maka ke depan adalah layanan keuangan. Via Dompet Karya Anak Bangsa (Gopay), GOTO adalah pemilik 21,4% saham Bank Jago Tbk (ARTO)---yang juga terafiliasi Northstar;
8. Terdekat adalah RUPS Luar Biasa pada Jumat, 30 Agustus 2024. Agendanya antara lain rencana private placement dan pengangkatan Simon Ho---saat ini komisaris perusahaan PINJOL Adakami---sebagai direktur keuangan. Pinjol adalah kunci bisnis selanjutnya bukan menciptakan legalitas kerja bagi ojol yang adil dan setara dalam hubungan ketenagakerjaan yang dilindungi undang-undang;
10. Pendek cerita, kasihan sekali nasib ojol: legalitas ketenagakerjaannya tidak jelas, pemasukannya ditekan, 'pertolongan' Rp6,4 triliun dari BUMN salah sasaran dan justru 'menolong' investor awal GOTO termasuk kakak Menteri BUMN.
11. Harusnya Mulyono sadar karena waktu kampanye dia yang teriak-teriak betapa hebatnya unicorn dan mengangkat adik pemilik GOTO itu sebagai Menteri BUMN sampai sekarang.
Salam.