Oleh: Erizal
Harus diakui majunya Anies Baswedan di Pilgub Jakarta bersama PDIP akan jauh lebih seru ketimbang Ahok. Kalau Ahok perpindahan pemilih tak akan terlalu besar. Pemilih Ahok akan stagnan karena yang mengusung PDIP.
Tapi kalau Anies, perpindahan pemilihnya akan sangat besar, karena Anies diusung oleh PDIP. Pemilih Anies selama ini boleh dibilang justru anti-PDIP. Sebaliknya, pemilih PDIP atau Ahok adalah anti-Anies. Makanya, serunya, di situ.
Sesuai survei Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, pemilih PDIP yang memilih Anies itu hanya 7% saja. Begitu sebaliknya. Nah, kalau Anies-PDIP bersatu bisakah masing-masing pemilih bermigrasi, sehingga positif bagi keduanya?
Tentu tak mudah, tapi itulah tantangan. Anies boleh dibilang berjasa mencairkan politik yang terlalu ideologis, setelah sebelumnya dimulai oleh Prabowo dan Jokowi, dengan konteksnya masing-masing. Politik pertemuan kepentingan saja.
Tantangan pertama kali kalau Anies akhirnya diusung PDIP, siapa lagi kalau bukan datang dari Ahok. Ahok pasti tak akan menerima setelah semua yang dilaluinya. Akan berat bagi Ahok. Ahok tak berkicau saja, itu sudah aman. Apalagi turun tangan meyakinkan pemilihnya.
Kehadiran Anies di markas PDIP Jakarta tak ubahnya seperti kehadiran Anies di markas FPI dulunya. Sama-sama dielu-elukan. Massa masing-masing pasti sulit ketemu, tapi Anies bisa beradaptasi. Anies memang politisi hebat, lihai tanpa partai.
Baru kemarin Megawati terlihat menyi-nyirin Anies seolah akan sangat sulit mengusung Anies, besoknya Anies langsung mendatangi markas PDIP Jakarta. Anies tak langsung menemui Megawati, tapi memulai dari bawah.
Anies sadar, tidak saja dia yang membutuhkan PDIP, tapi PDIP juga membutuhkan dirinya. Ia salah kalau mendesak Megawati lewat tekanan massa. Megawati sudah kenyang dengan itu. Megawati melunak, karena tak ada pilihan lain.
Justru karena tak berpartai sampai saat ini, itu menguntungkan Anies. Ia bebas melompat ke sana ke mari tanpa beban. Ia diterima semua pihak. Saat Pilpres lalu, Anies dideklarasikan NasDem dan sudah kayak kader NasDem pula.
Wajar, Anies menolak dipakaikan baju PKS. Ia sadar, suatu saat pasti tak akan bersama PKS. Terbukti, saat ini bertandang ke markas PDIP dan harus memuji PDIP. Ia sedang menikmati hasil dengan sikapnya ini (tak berpartai), kendati sebelumnya menelan pil pahit (karena tak mau berpartai). Ia dipersalahkan karena itu.
Tapi ini (ke PDIP) mungkin akan menjadi lompatan terakhir Anies Baswedan. Ke mana lagi akan melompat, kalau jadi dengan Melewati ini? Ke SBY sudah, ke Jokowi juga sudah, ke Prabowo sudah juga, belum lama ini ke Surya Paloh. Tempat melompat itu sendiri yang tak ada.
Maka pilihan Anies kalau nanti maju Pilgub Jakarta hanya satu, yakni menang. Kalau kalah, mungkin Anies akan selesai secara politik. Tapi orang politik sudah biasa mati berkali-kali dan Anies pasti tahu itu. Jadi Anies pun tak terlihat punya beban untuk maju karena peluang masih terbuka. Tak ada yang menyangka, termasuk Anies sendiri, kalau akhirnya maju bersama PDIP pula.(*)